Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/50

Halaman ini tervalidasi

tangis telah menghiasi kejadian itu. Aku menangis seakan tak percaya.

"Mia, mengapa ini terjadi? Apakah tidak ada jalan lain untuk memisahkan aku dengan Mia? Mengapa dengan cara seperti ini."

Aku menatap wajah Mia yang dingin dan kaku untuk terakhir kalinya. Kecupan terakhir juga kuberikan untuknya, air mata perpisahan terus mengalir tanpa henti di pipiku.

"Ya Allah, inikah kenyataan hidup? Mungkinkah ini yang terbaik untukku dan Mia? Pertanyaan di hatiku terlalu banyak. Hari itu alam pun ikut bersedih melepas kepergian Mia, gerimis telah menjadi saksi bisu tragedi hitam itu. Aku turut mengiringi jenazah Mia sampai ke pemakaman.

"Rin..., ada tante Lisa."

Aku keluar dengan mata yang masih sembab. Tante menyambutku dengan tangisan yang begitu pedih. "Ada apa, Tante?" tanyaku.

"Kado ini telah dititipkan Mia tiga hari sebelum ia dioperasi," tante menyerahkan kado itu padaku. Kemudian ia menangis di hadapanku, aku tak kuasa menahan air mata. Kami menangis dalam sendu yang tiada tara. Setelah Tante Lisa pergi, aku mengurung diri di kamar dan membuka kado itu. Kulihat isinya sebuah diary yang cantik dan sebuah jam tangan yang manis.


Kubuka diary itu. Semua kenangan indah aku dan Mia ada di sana. Fotoku dan Mia ada di sana. Aku menangis lagi menyaksikan foto itu pada halaman terakhir Mia menulis sesuatu untukku.

"Kuingin hidup di hari kemarin. Dunia begitu luas bagiku untuk temukan seuntai kebahagiaan yang telah meninggalkan diriku bersama penyakit yang tak kunjung pergi. Tawaku di hari kemarin telah berganti dengan tangis di hari ini. Kupikir ini hanya mimpi dan halusinasiku saja. Namun, ini benar- benar kenyataan. Akankah aku lari dari kenyataan ini? Tapi ke mana? Ke hutan? Ke gurun? Ke samudra?

Tak mungkin, ini harus kuhadapi. Andai saja aku bisa memutar waktu. Kuingin hidup di hari kemarin bersama Rini. Bercanda dan tertawa lagi. Aku sadar, hari ini kebahagiaan bukan milikku lagi. Hilang terhempas ombak. Akankah

38