Halaman:Bangsawan dan Pengemis.pdf/133

Halaman ini tervalidasi

135

Dengen tida sabar Alfred kata lagi:

„Kita soeda moefakat, zuster? Ini ada satoe pakerdjaan baek. Ingetlah pada siksaan jang lama, jang moesti dipikoel olehnja. . .“

„Betoel, toean, betoel. Itoe kamar, itoe tempat tidoer sama tali tali dari koelit, badjoe jang berat ... Kita sendiri merasa soesa aken paksa ia pake itoe semoea.“

„Pakelah itoe obat jang bisa bikin orang tida merasa sakit, zuster. Di mana si sakit roepanja tida bisa djadi semboeh, di sitoe kematian ada satoe berkah.“

„Akoe nanti liat apa jang moesti dibikin.“

„Akoe pertjaja pada kaoe. . . . dan akoe toetoep moeloetkoe,“ kata Alfred. „Lagi sedikit waktoe akoe nanti dateng kombali. Tapi, kaloe sabelonnja akoe dateng ada kedjadian lagi apa apa, kasilah akoe taoe. Namakoe Goud.“

„Baek, toean.“

Alfred pamitan dari Vicky dan pergi.

Vicky mengawasi ka medja jang pernahnja di tengah kamar. la poenja doegaan tida kliroe. Goud, itoe orang hartawan, ada tinggalken apa apa boeat ianja. Atas medja itoe ada terletak satoe kantong oewang dari perak dan djalan lobang lobang dari itoe kantong ada kliatan mengkilapnja mas.

Roepa girang kliatan di moekanja itoe djoeroe rawat jang kedjam.

Mas! Itoelah satoe satoenja hal jang ia soeka.

Tangannja jang kasar memegang itoe kantong. Tapi ia tida ada tempo boeat itoeng itoe oewang mas. Dengen tjepat ia masoeken itoe kantong dalem badjoenja.

Koetika itoe ia denger tindakan orang.

Vicky pasang koepingnja.

„Scherer,“ ia menggrendeng.