Halaman:Bangsawan dan Pengemis.pdf/337

Halaman ini tervalidasi

339

XXXVIII.

DALEM GELAP GOELITA.

Djangan menangis, anak, djangan nangis lagi," kata Clotilde sembari oesap oesap anaknja. Tapi Emma menangis keras.

Iboenja peloek ia lebih keras. „Kita moesti djalan lagi djaoe," ia bisikin itoe anak.„Kita moesti pergi dari sini, kita moesti lari sebrapa bisa djaoe.

Itoe anak ampir djato lantaran tjape dan ngantoek.

„Mama! Mama!" ia mengeloeh.

„Djangan nangis, djangan riboet, soepaja orang tida denger kita. Allah nanti toeloeng kita dan besok pagi kita nanti sampe di satoe desa, di mana bisa mengaso."

„Akoe bisa djalan, iboe," djawab itoe anak sebab inget pada tjapenja ia poenja iboe.„Kasi akoe djalan, kaoe nanti liat, akoe djalan sama tjepatnja seperti kaoe dan orang tida nanti dapet tangkep akoe."

Clotilde dan anakija soeda djalan djaoe.

„Kaloe sadja lekas pagi," kata Clotilde. „Kita tida taoe, ka mana kita moesti menoedjoe: Akoe rasa seperti kita terpoeter sadja dan tida madjoe barang satindak la brenti dan tjoba meliat di sakiternja, tapi la tida bisa liat apa apa.

Ia tida denger laen dari pada boeninja angin.

„Iboe, dimana kita sekarang ?" tanja Emma. „djangan kasi itoe prempoean djahat bawa akoe poela ka komedi koeda. Akoe takoet boeat dia. la soeda poekoel akoe begitoe sanget. Akoe maoe tinggal sama kaoe selama lamanja."

„Tida, anak, kaoe tida aken pergi lagi pada itoe