Halaman:Bangsawan dan Pengemis.pdf/6

Halaman ini tervalidasi

8

Dengen heran itoe graaf toedjoeken matanja pada itoe prempoean, jang dateng di depannja dengen tida soeroeh boedjang kasi taoe lebih doeloe.

Graaf Limburgh djoestroe hendak oetjapken ia poenja koerang senang dengen itoe kelakoean jang koerang beradat, tatkala itoe tetamoe angkat kaen jang menoetoep kapalanja. Satoe moeka jang aloes potongannja lantas kliatan, sedeng bibirnja berseroe:

„Ajah, ajah !"

„Clotilde !" katanja itoe graaf sembari bangoen dari krosinja dan memandang dengen heran.

Apa ia mengimpi?

Apa itoe boekan ia poenja anak jang tjilaka, jang ia soeda koetoekin?

„Ajah, ajahkoe!... maafkanlah akoe!" kata Clotilde dengen soeara goemetar sembari berloetoet dan memandang pada itoe graaf dengen mata seperti orang jang minta dikasiani.

„Ja, ajah, akoe.... kaoe poenja Clotilde jang tjilaka.... kaoe poenja anak! . . ."

Matanja itoe orang toea memandang dengen kedjam pada itoe prempoean moeda, jang pakean dan moekanja menoendjoeken tanda tanda dari kasoesahan dan kasengsaraan besar.

„Clotilde !" katanja poela dengen soeara pelahan.

„Bagimana kaoe poenja roepa bisa djadi begini? Dari mana kaoe dateng ?... Apa kaoe maoe ?.." Ia diam sabentar dan kamoedian teroesken:

„Anak tjilaka! Kaoe soeda djatohke kehinaan atas kepalakoe jang soeda beroeban.. Kaoe telah lari dari roemah orang toeamoe boeat ikoet pada satoe badjingan...-"

„Diamlah, ajah, demi Allah!.... Ja, akoe soeda