Halaman:Bangsawan dan Pengemis.pdf/87

Halaman ini tervalidasi

89

djanda mengeloeh sambil tjari dimana mana. „Dimana adanja itoe anak?"

 Achirnja Clotilde djadi sabar.

 „Siapa ada dateng di sini? ia menanja lagi dengen soeara aseran. „Mengakoe! Kaoe djahanam betoel betoel dan pinter berpoera poera! Kaoe soeda serahken itoe anak!"

 „Tida! tida!" djawab itoe djanda. „Tida, akoe tida ada serahken anakmoe! Dimana ia bisa . . ."

 „Djawab ! Siapa ada Itoe prempoean toea dateng di sini ?" memandang Clotilde dengen kaget.

 „Ada saorang lelaki dateng di sini . . . saorang lelaki." Nona Van den Broek diam, sebab tida bisa bitjara lagi.

 „Saorang lelaki jang moekanja poetjet dengen djenggot item?" Clotilde menanja.

 „Tida, tida . . . saorang lelaki, jang kata ada areng batoe di djalanan . . . O, Allah! ia potong bitjaranja sendiri. „Akoe baroe inget "

 „Siapa adanja itoe orang ?" tanja Clotilde lagi sekali dengen soeara goemetar. „Siapa namanja ?"

 „Akoe tida kenal itoe orang ... Tapi akoe tinggalken pintoe kamar terboeka."

 „Dan anakkoe?"

 „Ada di tempat tidoer. Ia tidoer."

 „Dan kaoe? Apa kaoe bikin?"

 „Akoe maoe ambil areng jang dibilang oleh itoe orang. Diliat moeka dan tangannja, ia ada satoe koeli tambang areng"

 „Kaoe tinggal anakkoe sendirian sadja ?"

 „Tjoema bebrapa meniet. . . boeat . . . "

 Clotilde soeda mengarti.