„BELATI ITEM"
39
ada mendjadi kita punja satru jang paling besar buat selamanja. Maka itu aku rasa baek kita berlaku hati-hati dalem segala ropa gerakan, serta siap bersedia buat segala kcdjadian jang tida di-ingin. Laen dari itu, aku rasa kita tida ada laen daja-upaja lagi jang sempurna . . . .”
Peng Tjie garuk-garuk iapunja kepala jang sama sekali tida gatel. la meremin matanja. Seolah-olah sedeng berpikir keras, achirnja ia lalu mengelah napas, serta tarik korsinja supaja dapet berduduk degen si tjantik terlebih deket. Dengen suara pelahan ia lalu berbisik pada Bwee Hoa:
„Denger lagi . . . Bwee Hoa . . . Aku ada pikir satu tipu daja, apatah sekiranja djikalu kau salin rupa mendjadi satu nona hariawan dari kalangan baek-baek dan terpladjar . . . . apatah . . . apatah . . . kau sanggup dengan sigra djalanken rol itu? Atawa dengen laen perkatahan aku mau maksudken kau harus beladjar dulu buat bebrapa waktu lamanja, seblonnja kau sanggup djalanken itu „rol” jang aku mau kasihken kau pegang . . .”
Bwee Hoa bersenjum cwah mendenger perkatahannja Peng Tjie . . . .
„Ach . . . Peng Tjie . . . ”katanja prempuam itu, „Sesugguhnja djuga bahua pekerdjahan itu bukannja ada hal jang gampang, aken tetapi djikalu ini ada mendjadi kebaekannja kita semua, suda tentu aku nanti tjeba buat maenken iu „rol”, maskipun aku tau bahua ini pekerdjahan bukannja gampang, tetapi aku nanti tjoba sebrapa bisa. Aku harep kau suka bersabar dulu dan dalem kegusaran djangan sekali menurutin hawa nafsumu, kerna itu aken membawa bitjana heibat bagi kita semua . . . . Tetapi, Peng Tjie, kau masih belon kasi tau padaku, apalah adanja tipu daja itu dan apalah jang aku musti berbuat, untuk melakuken kau punja prentah?”
