62
TJILIK ROMAN'S
„Ha . . ha . . ha . .“ tertawa seorang lagi dalem itu kumpulan: „Si Liu Shiang Shiang itu sebetulnja tida punja guna sama sekali . . . 1a djuma taunja menjedot itu Putri Item sadja. Apatah kau orang kira aku kliwat kesudian buat mendjaga malem? Apatah aku punja mata tida lengket saking kliwat kepengen tidur? Nah . . . sudalah, kau orang djangan menggrutu pandjang Iebar tida gunanja . . . hajo terusin ini permaenan . . . sampe kita punja pemimpin besar dateng di sini, apatah kita harus tinggalken ini tempat begitu sadja? Nah . . . sebentar aku mau liat, apatah kau brani bilang tentang hal itu pada kita punja pemimpin? Ha . . ha . . ha . .” orang itu lalu tertawa besar bergelak-gelak.
Itu dua orang jang kena disindir oleh si „pengkor” alias si Wen Tjhoy agaknja mendjadi sedikit mendongkol, maka Liok Kouw lalu berkata: „Hola . . . Pengkor . . . enak betul kau gojang lidah, apatah lantaran kau ada mendjadi „anak-masnja” kita punja pemimpin? Sudalah, hajo kita maen lagi bebrapa puteran, abis itu aku tida perduli, aku nanti seret si Andjing Utan buat gantiken tempatku di sini, kerna aku punja mulut rasarija suda tida tahan lagi kapan tida kena diukup oleh itu asep dewa . .„ Sesudanja berkata begitu, maka marika semuanja lalu tertawa bergelak-gelak, memetjaken kesunjiannja sang malem . . . .
Selagi marika bertjanda sambil berdjudi, tiba-tiba dari satu pintu ada masuk ke dalem seorang jang berpengawakan gemuak pendek, ia itulah ada Liang Ting Fan, kepala dari „Kedok Ungu”, jang disebut djuga „Pemimpin Besar” oleh iapunja „anak-anak”. Itu sekalian bandit-bandit jang sedeng asiknja bertjanda lalu mendjadi bungkem dengen mendadakan. Marika lalu mendjadi kuntjup sebagi djuga tikus-tikus jang sedeng berhadepan dengen kutjing