92
TJILIK ROMAN'S
Bertenanglah dalam duka-nista,
Bersabarlah menjambut serbuan meria,
Djika datang keadaan sebaliknja,
Gontjangan djiwa tak’kan terasa.
Girang dan sedih adalah sama,
Suka dan duka satu keluarga,
Djika pahit-manis terasa serupa,
Barulah kehidupan aman-bahagia.
Jeanne membatja ini terbajang paras Kim-seng...
Sjair ini merupakan penerangan, mengapa Kim-seng selalu dapat menahan sesuatu gontjangan dikala ia mendapat serangan......
Ia mulai paham, Kim-seng telah menjelami suatu pengalaman hidup dalam banjak kepahitan diantara banjak kemanisan, dan kini Kim-seng tjoba akan persatukan pahit dan manis dalam satu rasa......
Datangnja sympathie Jeanne mulai melipat ganda......
Waktu Kim-seng kembali, dan sesudah makan tengahari, dalam kamar Jeanne membuka kata²......
„Saja telah mentjuri batja sjair Ngko jang masih melengket dimesin tulis......” kata Jeanne.....
„Kau tidak mentjuri, karena sjair itu tidak tersembunji.....” kata Kim-seng.
„Dalam sjair itu terdapat keinsjafan jang sampurna sebagai manusia...... Ngko rupanja sudah djalan djauh dalam lembah kebathinan......” kata Jeanne.....
Melihat pokok bitjara, Kim-seng ketarik......
„Rupanja dalam usia jang muda kau menjukai isi kebeneran?” menanjak Kim-seng......
„Ah, tidak......” kata Jeanne jang tidak hendak lari djauh dari tudjuan perkataannja. „Menurut sjair Ngko, njata Ngko seorang jang banjak insjaf......