Halaman:Boekoe Tjerita Graaf de Monte Christo - 7.pdf/65

Halaman ini tervalidasi

— 433 —

„Papa Penelon!“ kata Emmanuel; tjeritakenlah hal katjilakaän itoe.“

Satoe matroos toewa ijang koelitnja berwarna hitam manis, dari sebab sering terdjemoer lantas madjoe ka depan toewan Morrel sambil memegang topi rombeng.

„Tabe Toewan Morrel!“ kata matroos itoe, selakoe orang ijang baroe kemaren berangkat dari Marseille dan poelang dari pelajaran dekat.

„Sobatkoe!“ sahoet toewan Morrel sambil berdoeka sedang ajer mata ada berlinang-linang di matanja: „tapi manakahkaoe poenja Kapitein ?“

„Dia ada sakit dan telah mampir di Palma,“ sahoet si toewa: „tapi djika ada koernia Allah, sigra djoega ija nanti semboeh dan di dalem tempo sedikit hari nanti dateng dengen slamat ka sini.“

„Baik,“ kata poela toewan Morrel : „sekarang biarlah kaoe tjeritaken hal pelajaranmoe, Penelon.“

Penelon gerakken bibir dan lidahnja aken pindahken sisiknja dari pipi kanan ka pipi kiri, dan sesoedahnja sosot moeloetnja dengen telapakan tangan, dan laloe ija berkata:

„Kita-orang berlajar dengen senang di antara Tandjoeng Blanc dan Tandjong Bajador, tertioep dengen angin selatan ijaitoelah sesoedahnja berangkat dari Calcutta delapan hari lamanja. Sedang saja ada pegang kemoedi, kapitein Gaumard dateng mengamperi dan berkata padakoe: „Penelon ! begimana kaoe poenja rasa akan hal itoe awan ijang kalihatan melajang di sana.“ Saja lantas melihat pada awan- awan itoe, dan laloe menjahoet: „Begimana saja poenja doega- kapitein ? Saja rasa awan itoe ada melajang dengen tjepet sekali, kasini sedang warnanja ada lebih hitam dari awan-