Halaman:Buku peringatan 30 tahun kesatuan pergerakan wanita Indonesia.pdf/142

Halaman ini tervalidasi

 Parki (Partai Kebangsaan Indonesia) jakin akan besar faedahnja persatuan para wanita jang insjaf. Kami senantiasa dapat bantuan lahir dan bathin dari Organissi Wanita jang berdiri disamping kami, jaitu Parkiwa ( Partai Kebangsaan Indonesia bg. Wanita) jang berideologi sama dengan kami dan bersatu dengan kami.
 Berkat bekerdja sama jang erat antara Parki dan Parkiwa, kami dapat menginsjafi betul-betul betapa pentingnja tenaga Wanita didalam bekerdja untuk kepartaian dan kepentingan Masjarakat. Moga mogag kesatuan pergerakan wanita jang telah se perempat abad usianja akan selandjutnja mengerahkan tenaga Wanita ini untuk kemuliaan Nusa dan Bangsa. Persatuan tenaga Wanita jang menurut kejakinan kami akan membawa hasil baik bagi Negara kita jang sekarang sedang mengalami serba kekurangan dan kesulitan.
 Marilah kita, Wanita dan Prija, bersama-sama bekerdja, bahu-membahu untuk menghindarkan segala rintangan jang menghalang-halangi kesedjahteraan dan kebahagiaan Bangsa kita!

Bandung, 9-11-1953.

SEPATAH KATA SAMBUTAN BERKENAAN DENGAN PERINGATAN SEPEREMPAT ABAD KESATUAN PERGERAKAN WANITA INDONESIA.

 Djika benar pendapat orang bahwa perdjuangan wanita itu pada umumnja melalui tiga tingkatan masa, jaitu masa perdjuangan untuk laki-laki, ter hadap laki-laki dan dengan laki-laki , maka selama seperempat abad pergerakan wanita Indonesia ini tidaklah begitu nampak tingkatan perdjuangan jang pertama dan jang kedua. Jang nampak benar selama ini ialah perdjuangan tingkatan ketiga, jaitu perdjuangan wanita bersama-sama dengan kaum laki-laki. Hampir disegala lapangan kaum wanita Indonesia bekerdja bersama-sama dengan kaum laki-laki untuk membangun bangsa dan menegakkan negara jang merdeka. Sampai-sampai dalam lapangan perdjuangan bersendjata kaum wanita tidak ketinggalan dengan kaum laki-laki dalam mempertahankan kemerdekaan negaranja. Dan sebagai hasil perdjuangan bersama laki-laki ini maka wanita Indonesia sekarang politis memperoleh kedudukan jang tidak kalah dengan kedudukan wanita dinegeri modern jang manapun djuga, bahkan mungkin mendjadikan iri-hati bagi wanita dibanjak negeri. Wanita Indonesia mempunjai hak pilih aktif dan pasif jang sama dengan kaum laki-laki. Tidak ada suatu kedudukan jang penting dalam pemerintahan Indonesia jang tidak djuga terbuka bagi kaum wanita, sehingga dari sedjak kemerdekaan Indonesia kaum wanitanjapun dapat ikut mengemudikan negara dengan menduduki djabatan-djabatan jang penting sebagai menteri, anggauta Parlemen atau Dewan Pertimbangan Agung.
 Akan tetapi dengan semua ini belumlah berarti bahwa kedudukan wanita Indonesia sekarang ini telah begitu sempurna. Kedudukan wanita Indonesia dalam politik jang telah begitu sempurna itu

djauh belum seimbang dengan kedudukan sosial. Terutama dalam lapangan hukum perkawinan masih perlu diperdjuangkan hak-hak wanita jang sangat mutlak bagi kedudukan wanita jang lajak, padahal disini banjaklah tersangkut soal- soal nasional jang penting jang pasti tidak kurang pentingnja dari pada kedudukan wanita jang sama dengan kedudukan kaum laki-laki dalam politik. Dan memang dalam masa seperempat abad jang telah lalu ini rupanja belum banjaklah usaha ke arah ini. Maka mudah-mudahan dalam masa jang akan datang ini usaha wanita dalam hal ini akan memperoleh hasil-hasil jang baik.

Djakarta, 15 Desember 1953.

Ketua PARKINDO.

PERSOALAN DISEKITAR WANITA INDONESIA.

 Sebetulnja ditanah-air kita ini tidak terdapat persoalan jang chusus mengenai hak-hak kewanitaan sebagaimana terdapat dinegara-negara lain. Selain perbedaan jang disebabkan kodrat keadaan memang membawa agak perbedaan itu, mitsalnja physiek lelaki lebih kuat dari pada wanita, sebaliknja wanita lebih „handig" dari pada prija dan lain-lain sebagainja, maka pada hakekatnja orang tidak memandang wanita itu „minderwaardig”, sehingga dalam beberapa hal harus diberikan tempat terbelakang. Kita mengenal dizaman purbakala di Indonesia banjak radja wanita dan beberapa pahlawan wanita terkenal dimedan peperangan. Apabila Srikandi dan lain-lainnja tidak bersandar kan penjelidikan sedjarah jang sebenarnja, maka Sang Pudjangga mentjiptakan sesuatu itu tidak terlepas dari alam kedjiwaan dan pandangan bangsa Indonesia sendiri. Pendek perbedaan jang principieel tidak pernah terkenal, oleh karena itu persoalan jang principieel djuga tidak pernah terdapat.
 Suatu soal jang mungkin diperdebatkan oleh saudara-saudara kaum wanita ialah masaalah hak wajuh (polygamie) dalam agama Islam. Mengenai ini saja pernah mendengar tafsiran dari almarhum Kjahi Penghulu Tapsiranom bahwa hak wajuh itu sebetulnja ada sjarat-sjarat mutlak jang hampir tak dapat terpenuhi. Ialah ketjuali soal harta benda pun djuga ketjintaannja harus terbagi adil itu memang diharuskan oleh agama Islam, tetapi hanja mengenai harta-benda, sedang masaalah ketjintaan seorang lelaki merdeka membagikan setjara lain. Mana dari dua tafsiran ini jang benar, tersilah.
 Lebih penting dari pada diatas saja rasa pandangan masjarakat pada umumnja terhadap positie saudara-saudara wanita; tentang ini kiranja tidak perlu diragu-ragukan lagi. Masaalah kewanitaan seperti dilain-lain negara di Indonesia tidak terdapat. Mulai Negara kita merdeka dan berdaulat kembali, dalam segala perundang-undangan tidak pernah diperbeda-bedakan antara prija dan wanita. Apabila dinegara lain kaum wanita amat menunggu lama, bahka berabad-abad, sebelum mendapat hak

128