Halaman:Bwee Hoa.pdf/137

Halaman ini tervalidasi

BWEE HOA

133

nja seperti orang jang memoehoen ampoen.

„Maoe apa kaoe?” tanja Bwee Hoa, tapi perkata'an itoe tida begitoe ketoes boenjinja sebagimana ia inginken. Goat Soe jang sekarang ada di depannja tjoema tinggal bekasnja sadja dari itoe kapitan jang garang dan sombong. Sebaliknja di sana sekarang berdiri seorang toea jang dari romannja keliatan banjak alamken kesoesahan hati.

„Saja denger kaoe poenja iboe meninggal dan saja dateng di sini, saja kira..........” itoe kapitan berkata dengen soeara poetoes-poetoes dan ta­ngan dirangkepken.

„Seperti kaoe liat sendiri,” kata Bwee Hoa, „ta­pi saja tida perloe dengen kaoe. Bagimana kaoe begitoe tida taoe maloe boeat dateng di sini pada waktoe siang hari?!”

Goat Soe mengelah napas.

„Saja mengakoe jang saja berdosa dan bersa­lah,” kata Goat Soe, „saja soeka korbanken sega­la apa, djikaloe saja bisa bikin betoel lagi itoe semoea, Bwee.”

Bwee Hoa tertawa dalem iapoenja nangis.

„Pertjoema,” Bwee Hoa berkata, „saja poenja penghidoepan soedah teroesak dan tida bisa diperbaekin kombali, saja soedah iroep tjawan pa­ling getir jang manoesia bisa alamken, biarlah