Halaman:Bwee Hoa.pdf/17

Halaman ini tervalidasi

BWEE HOA

13

„O, mevrouw, mevrouw jang baek!” berseroeh Bwee Hoa dengen mata bersinar, „achirnja saja bertemoe lagi dengen kaoe!”

Njonja Jansen sambil bersenjoem eloes-eloes ramboetnja Bwee Hoa jang gompiok.

„Dan kenapa, lieveling, soedah lama kaoe tida datang di roemah besar?” kata njonja Jansen sambil teroes pegang poendaknja itoe gadis roemadja poetri.

Sebelonnja Bwee Hoa menjaoet, Hong Nio soedah mendoeloei:

„Bwee sekarang soedah terlaloe besar boeat memaen, njonja besar: sebagi gadis Tionghoa ia soedah moestinja berdiam di dalem roemah.”

Njonja Jansen memandeng pada Hong Nio. Satoe istri jang baek dan setia, tapi seorang prempoean jang tida bisa tjotjokin diri pada aliran djaman, jang pikirannja keblakangan.

„Tapi, Hong, Bwee sebetoelnja masih anak anak,” kata Njonja Jansen lagi dengen manis,” dan ia toch masih pergi sekolah.”

„Tida, njonja besar,” saoet Hong Nio, „Bwee saja soedah kasih brenti sekolah. Ia soedah terlaloe besar dan boeat anak prempoean bangsa Tionghoa ia sebetoelnja soedah terlaloe pinter. Dan boeat apa itoe kepinteran, kaloe ia soedah menikah? Tida ada goenanja sama sekali, maka