14
TJERITA ROMAN
Bwee sekarang moesti diam di roemah dan bantoe oeroes roemah tangga, saja djoega soedah moelai toea, njonja besar.”
Sedeng Hong Nio pergi ka dalem boeat soeroeh boedjang kloearken barang soegoehan, Bwee masih sadja berada dalem peloekannja njonja Jansen jang memang sanget sajang padanja. Siapa djoega jang tida aken sajang pada itoe gadis roemadja poetri dengen iapoenja mata jang bening dan nanti pasti bakal mendjadi prempoean eilok ?
„En, Bwee, lieve kleine vriendin, apa sekarang?”
„Oh, mevrouw, bawa saja ka gedong besar, lagi satoe kali sadja!”
Dan njonja Jansen tertawa sambil tepok-tepok pipinja Bwee dengen iapoenja telapakan tangan.
Tida antara lama Hong Nio kloear lagi dengen boedjang jang membawa barang soegoehan.
„Mari, doedoek, njonja besar,” mengoendang Hong Nio,” dan Bwee pergilah di blakang, djanganlah berlakoe seperti anak ketjil. Liat bagimana ia djadi koerang adjar pada njonja besar!”
„Oh, tida, biarken ia, Hong,” kata njonja Japnsen sambil doedoek, „Bwee ada saja poenja sobat ketjil, saja sajang padanja.”
Tapi Bwee jang liat sorot kegoesaran dari ma-