Halaman:Bwee Hoa.pdf/56

Halaman ini tervalidasi

52

TJERITA ROMAN

nanti aken bisa merasa sajang pada iapoenja madoe teroetama kaloe itoe madoe ada seperti Beng Nio.

„Apatah iapoenja iboe tida tjinta pada ajahnja?” begitoe Bwee Hoa berpikir, „kaloe ia menjinta orang oepamanja Tek Bie, tentoe ia tida aken bisa idzinken jang Tek Bie bagi hatinja pada laen prempoean.” Iapoenja anggepan tentang „tjinta” ada berbeda'an dengen iapoenja iboe. Ia merasa jang ia poenja tjinta ada egois­tisch begitoe orang bilang dalem bahasa Barat, dan iboenja poenja tjinta lebih berarti mengham­ba atawa berkorban pada orang jang ditjintaken, hal mana biar bagimana indahnja tida bisa robah Bwee Hoa poenja anggepan dan perasa'an.

Berpikir sampe di sitoe Bwee Hoa inget kombali pada iapoenja maksoed.

„Iboe,” kata Bwee Hoa sesoedahnja ambil itoe boekoe jang ia hendak kombaliken pada Tek Bie, „apa engko Tek Bie masih bekerdja di tanah Pasir-Angin, kerna sadjek saja menikah saja tida denger lagi tentang dirinja.”

Sesoedahnja dapet denger dari Hong Nio jang Tek Bie masih bekerdja di sana, Bwee Hoa serahken itoe boekoe pada iboenja dan minta iboe­nja sampeken itoe boekoe pada Tek Bie, sebab