62
TJERITA ROMAN
„Ja, mevrouw, ja, moedertje, kaloe kaoe tanja begitoe, saja moesti djawab, jang saja sekarang tida kekoerangah soeatoe apa.”
Njonja Jansen teroes intjer romannja Bwee Hoa.
„Tapi kaoe baroesan mengelah napas, Hoa?”
Sesoedahnja berpikir sebentar, Bwee Hoa berkata poela:
„Ja, mevrouw, kerna saja telah inget pada waktoe jang telah liwat, koetika soeami saja berlakoe sanget tida patoet pada saja poenja diri. Itoe koetika, mevrouw, saja merasaken jang sebagi satoe istri kedoea, ja, sebagi satoe prempoean, kita melaenken diperlakoeken sebagi binatang oleh kaoem lelaki.
„Tapi......... blakangan, mevrouw, blakangan saja mendapet kenjata'an jang kebroentoengan itoe moesti ditjari. Saja tjari dan saja dapet itoe, mevrouw!”
„Soekoer kaloe begitoe, Hoa,” kata njonja Jansen, „kaoe tida taoe, jang siang hari malem saja sering bersembahjang pada Allah, soepaja kaoe broentoeng, anakkoe!”
Sedang njonja Jansen pergi liat pada Piet ketjil, Bwee Hoa tinggal berdoedoek dengen sendirian. Ia toendoekin kepalanja dan berpikir. Apa-