Halaman:Cerita Rakyat Daerah Irian Jaya.pdf/60

Halaman ini tervalidasi

11. AMBORUARI YANG PIATU


Amboruari, adalah seorang anak piatu yang mendiami gunung Woriboi. Suatu ketika, ia merasa lapar lalu meninggalkan tempat kediamannya pergi memasuki kempung Wiridesi untuk meminta makan kepada keret-keret yang berada di kampung tersebut. Satu demi Satu dari rumah-rumah keret itu ia datangi. Ia datang ke rumah keret Paduai dan menyatakan maksudnya tetapi karena tubuhnya yang kurus dan berkoreng itu membuat keret Paduai merasa jijik kepadanya dan mengusirnya dari rumah. Begitu pula dengan keret-keret lainnya, seperti keret Parairawai, Marani, Kabiai, dan lain-lainnya mereka mengejeknya, menghinanya, katanya : ”Kau jalan naik-turun rumah untuk cari apa. Pergi !” Akhirnya, terpaksa ia pergi meninggalkan rumah-rumah dari tiap keret yang ia datangi. Lama ia berkeliling, sementara berpikir kemanakah gerangan ia boleh mendapat pertolongan. Ia melihat ke pojok kampung dan terlihat olehnya akan sebuah rumah yang belum ia datangi. Amboruari lalu mencoba mendekati rumah tersebut dan naik. Rumah yang ia datangi ini ternyata adalah rumah dari keret Karubui.

Melihat keadaannya yang begitu menyedihkan, lalu keret Karubui bertanya : ”Hai anak kasihan , dari mana dan hendak kemanakah kau? ”

Ambonruari lalu berceritera : ” Saya datang ke rumah-rumah dari keret Paduai, Marani, Parairawai dan Kabiai, tapi mereka menolak,mengusir saya !!

”Oh, kasihan ! mari, mari, naik kesini, anak ! ” Keret Karubui menyambutnya lalu memberi dia makan. Setelah ia makan ia lalu meminta diri (permisi) pulang kembali ke tempat kediamannya yaitu gunung Woriboi. Suatu ketika ia tak pernah mendengar lagi suara-suara orang kampung, tak ada lagi orang kampung yang pergi ke hutan mencari buah-buahan, dan lain-lain. Ia heran bertanya-tanya sama sendirinya :

”Mengapa kampung begini sepi, apakah ada terjadi sesuatu? Coba saya pergi menengok kampung !” Amboruari lalu bangkit berdiri memakai topinya dan memanggul tombaknya yang diberi nama ”Sotouri”, lalu meninggalkan gunung Woriboi, pergi ke kampung Windesi. Setelah ia sampai di kampung, tak seorangpun tampak. Hanya tinggal tiang-tiang rumah. Sedangkan atap dan dinding ru-

44