Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/104

Halaman ini tervalidasi

Aku memetik puspa di hati,
Untuk suntingan sanggul jiwaku;
Tuan mengabaikan emas sekati,
Di mana hatiku tak kan pilu.

(Panji Pustaka, X/22, 15 Maret 1932)

 

Bila dalam sajak "Sampai Hati" dan "Di Mana Hatiku Tak Kan Pilu" si aku lirik merasa sengsara karena ditinggal kekasihnya, dalam sajak Armijn Pane, "Aku Cuma Si Gelung Ciyoda", si aku lirik justru menampik cinta orang lain yang mencintainya karena merasa diri hina. Dirinya yang hanya seorang pelacur, dirasanya tidak patut menerima cinta yang murni yang datang dari orang lain, seperti terungkap dalam larik-larik ini.

....
Aku cuma si gelung ciyoda,
Barang siapa bolehlah punya,
Mengapa tuan cinta pada saya,
Aku cuma si gelung ciyoda.

Tuan bodoh suka percaya,
Pada bibir si gelung ciyoda,
Manis senyuman, racun jiwa,
Aku cuma si gelung ciyoda.

Jangan percaya di air mata,
Kesedihan hati si gelung ciyoda,
Cuma buat-buatan saja,
Aku cuma si gelung ciyoda.

Jangan aku dicinta lama-lama,
Bersua cuma sekali saja,
Lalu sepakkan diri saya,
Aku cuma si gelung ciyoda.

Aku cuma si geiung ciyoda,
Kekasih orang di jalan raya,
Apa yang dipandang pada saya,
Aku cuma si gelung ciyoda.

(Gamelan Jiwa, 1960)

Manusia dan Manusia Lain

95