Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/107

Halaman ini tervalidasi

la berkata. Suaranya nyaring tinggi
Darahku berhenti berlari

Ketika orkes mulai "Ave Maria"
Kuseret ia ke Sana ....

(Kerikil Tajam dan yang Terampas, 1959)

Cinta—di samping manis—acapkali meminta pengorbanan yang menimbulkan penderitaan lahir batin. Dalam sajak W.S. Rendra "Ballada Penantlan", seorang gadis menanti kepulangan sang pacar yang telah berjanji padanya untuk mengawininya sehingga ia rela mengorbankan segalanya, termasuk kedaraannya. Ia terus saja menanti. Bertahun-tahun ia menunggu di depan jendela sampai ibunya meninggal dan adiknya seorang demi seorang berangkat kawin. Ia menampik semua pinangan dan membiarkan sang waktu menggerogoti usianya. Namun, kekasihnya tak kunjung datang sampai pada akhirnya ia pun meninggal dan berkubur di bawah jendela penantiannya. Itulah gambaran tragis hidup dan cinta sang gadis yang telah melepas kedaraannya, tetapi penantiannya ternyata sia-sia. Berikut penggalan sajak "Ballada Penantian".

....

Ia menanti depan jendela, tetes hujan merambat di kaca.
Adik-adiknya sudah dulu ke altar, dada-dada diganduli bayi dan lelaki
lukanya mendindingi dirinya dari tiap pinangan pulang sia-sia.
Ia menanti depan jendela, ketuaan mengintip pada kaca.
Kandungan hatinya mengelukan jumlah kata, seperti kesingupan gua

subuh demi subuh khayal merajai dirinya
makin bersilang parit-parit di wajah, beracun bulu matanya

tatapan dari matanya menggua membakar ujung jalan.
Ia menanti tidak lagi oleh cinta.
Ia menanti di bawah jendela, di kubur dimmbuhi bunga berbatu.
Dendam yang suci memaksanya menanti di situ di kubur di bawah jendela.

(Ballada Orang-orang Tercinta 1957)

Harapan yang sia-sia untuk menggapai hidup bahagia bersama kekasih juga terdapat dalam sajak-sajak Chairil Anwar, misalnya "Cintaku Jauh di Pulau" berikut ini.

98

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960