Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/11

Halaman ini tervalidasi

Indonesia dari sudut pandang sosial budaya, Toety Herati Noerhadi (1984) membicarakan manusia dari sudut pandang filsafat, Nugroho Notosusanto (1976) mengungkapkan manusia Indonesia dari pandangan sejarah, dan Ajip Rosidi (1984) dan Marbangun Hardjowirogo (1983) menampilkan manusia Sunda dan manusia Jawa dari sudut filsafat dan sastra.

Buku ini akan mencoba mengungkapkan citra manusia Indonesia yang terdapat dalam puisi Indonesia modern periode tahun 1920—1960. Sebelum melangkah lebih lanjut, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa batasan yang digunakan dalam buku ini. Pertama, kata citra diartikan sebagai ’kesan mental atau bayangan yang ditimbulkan oleh kata, frase, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa, puisi, dan drama’. Dengan demikian, Citra Manusia dalam Puisi Indonesia Modern diartikan sebagai ’kesan mental, bayangan, atau gambaran manusia yang ada dalam puisi Indonesia modern’.{

Selanjutnya, puisi Indonesia modern dibatasi sebagai puisi asli berbahasa Indonesia yang ditulis oleh orang Indonesia, dan beraksara Latin, yang dalam sastra Indonesia diawali oleh sajak "Tanah Air" karya Yamin (1920). Dengan batasan itu, puisi terjemahan dan puisi yang ditulis oleh penyair Indonesia dalam bahasa asing atau daerah tidak diambil sebagai bahan penulisan buku ini.

Penentuan kurun waktu puisi Indonesia modern periode 1920—1960 lebih didasarkan pada pertimbangan praktis, yaitu keterjangkauan pengerjaan dan waktu yang tersedia untuk penulisan buku ini. Jadi, penentuan kurun waktu di sini sama sekali tidak bertolak dari periodisasi dalam sejarah sastra Indonesia modern karena periodisasi itu sendiri amat beragam dan mengandung banyak masalah.

Sementara itu, perlu pula ditambahkan bahwa pada tahun 1920-an berkembang puisi Indonesia modern dengan penyair yang terkemuka antara lain Mohammad Yamin, Sanusi Pane, dan Rustam Effendi. Sajak-sajak para penyair tersebut menunjukkan kebaruan pada zamannya, yang segi pengungkapan estetiknya berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa berikutnya, yaitu antara tahun 1930—1940 muncul lebih banyak lagi penyair; yang terutama antara lain Amir Hamzah, Sanusi Pane, Sutan Takdir Alisjahbana, I.E. Tatengkeng, Rifai Ali, A. Hasjmy, dan Samadi. Penyair lain yang terkenal pada masa itu antara lain Asmara Hadi, Intojo, Or. Mandank, A.M. Daeng Mijala, M.R. Dajoh. Masa antara tahun 1940—1960 antara lain diisi oleh penyair Chairil Anwar, Sitor Situmorang, W.S. Rendra, Ajip Rosidi, Asrul Sani, Balfas, Maria Amin, Toto Sudarto Bachtiar, P. Sengojo, Muhammad Ali, dan Harijadi S. Hartowardojo.

Sebagai upaya mengenali manusia Indonesia melalui puisi Indonesia modern, tulisan ini akan menggunakan pendekatan antroposentris, yaitu pendekatan yang berpangkal pada manusia itu sendiri. Dengan kata lain, pendekatan yang akan

2

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960