Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/114

Halaman ini tervalidasi

Dalam sajak Muhammad Ali "Gadis Kecil di Simpang Sepi" terlihat rasa simpati kepada seorang gadis kecil yang terpaksa menjual diri karena tekanan ekonomi. Gadis kecil yang mestinya masih pantas berhias dengan renda dan pita sebagaimana anak-anak sebayanya karena dunia hitam yang digelutinya tiap malam menjadi terbiasa dengan rokok. Aku lirik yang menyaksikan hal itu menjadi terharu dan tidak sampai hati karena melihat gadis kecil itu terlalu cepat matang oleh keadaan. Karena kematangan itu terlalu cepat datangnya, gadis kecil itu pun tak takut pada hantu sebagaimana layaknya seorang gadis kecil sehingga si aku lirik—seperti terbaca berikut ini—berusaba membujuknya kembali ke jalan yang benar.

....

Apabila kamu berjumpa, ia setua kitab suci:

Apa kau cari, gadisku, dalam malam selarut ini?
Kau tak takut orang mati hidup kembali?

Ah, aku lagi menanti orang mati lewat di sini
Dia beri aku api, aku beri dia mimpi!

Pulanglah gadis, pulanglah kecil
jangan kau mati malam ini
aku beri kau renda, aku beri kau pita
dan sebuah nama jelita
Apakah renda? Apakah pita dan nama jelita?
Dan aku pulang ke mana?
Ah, sini rokok sebatang, cetuskan api-api!
Dan tuan mau mimpi?

     (Hitam atas Putih, 1972)


Namun, gadis kecil itu tetap saja bertaban di dunia bitam karena keadaan ekonomi yang memaksanya. Pita dan renda baginya tak berarti apa-apa karena. yang dibutubkannya bukan itu. Baginya, renda dan pita adalab sebuab masa lalu. Dengan demikian, sajak Muhammad Ali itu mencoba menampilkan pemahaman tentang seorang manusia yang tersuruk ke dunia hitam karena keadaan.

Sementara itu, dalam sajak Toto Sudarto Bachtiar "Gadis Peminta-minta" juga terlihat rasa simpati kepada gadis kecil yang hidup menderita. Gadis kecil dengan kesederhanaan dan kesengsaraan yang melekat pada dirinya itu seolah-olah 'hidup dari kebidupan angan-angan yang gemerlapan'. Si aku lirik pun

Manusia dan Manusia Lain

105