Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/115

Halaman ini tervalidasi

dalam sajak itu melihat bahwa sesimgguhnyajiwa si gadis kecil itu terlalu mumi, belum waktunya untuk kenal duka. Jadi, di sini terlihat bagaimana tumbuh rasa simpati dan keinginan bersahabat di hati si aku lirik karena ia tidak tega melihat penderitaan si gadis kecil itu. Bahkan, 'Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil/Bulan di atas itu, tak ada yang punya/Dan kotaku, ah kotaku/ Hidupnya tak lagi punya tanda'.

Dalam sajak "Gadis Kecil di Simpang Sepi" dan "Gadis Peminta-minta" rasa simpati itu ditujukan kepada seseorang yang belum dikenal. Sajak Toto Sudarto Bachtiar yang lain, "Kawan", mengungkapkan bahwa persahabatan itu dapat terjalin dengan siapa pun karena pada dasarnya' setiap orang yang sepenanggungan dan sependeritaan adalah seorang sahabat, seperti terbaca dalam larik-larik sajak "Kawan" berikut.

....
Aku tak perlu tahu dia siapa
Tapi kami pernah sama mencintai malam

Aku dan dia tak ada bedanya
Hidup keras indah menari depan mata

(Etsa, 1958)

Dalam sajak Ajip Rosidi "Kepada Kawan" juga terungkap pernyataan kepada seorang sahabat yang memiliki nasib yang sama:

1. Kuulurkan tangan paling akrab kita taklah berbeda
karena tanggapan melahirkan tantangan padaku
kuletakkan hati paling hangat kita adalah sama
bergelut dengan manusia pecah dalam warna seribu

(Pesta, 1956)

Dalam sajak yang lain, Ajip Rosidi mengungkapkan si aku lirik yang mengajak sahabatnya untuk bersama-sama hidup dalam perjuangan:

106

Citra Manusia dalam Puisi Modem Indonesia 1920-1960