Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/117

Halaman ini tervalidasi

    KEPADA W.W.

Mengapa kurasa senasib dengamnu dalam kehidupan
Karena sajakmu yang mengadu tenaga dengan kematian
Aku memang tak kenal kerajaanmu
Tapi kerajaanmu di sini, aku menunjuk ke hati

Mengapa orang harus kenal-mengenal
Padahal rasa-merasa lebih sangat takzim
Hingga pudar segala garis-garis yang menepis kita
Siksa yang terberat, buahnya matang

Kalau kau kukenal, mungkin kulupa wajahmu yang berat
Tapi ini topimu meneduhkan kembara
Kata-kata yang cair dalam batinku
Tak kurasa orang lain yang bicara

Mengapa kurasa senasib dengamnu dalam kehidupan
Karena aku punya ibu kota yang malang
Karena kukenal penduduknya yang malang
Seperti tubuhmu, seperti aku

(Suara, 1962)

Persamaan nasib seperti yang dikemukakan dalam sajak Toto Sudarto Bachtiar itu melahirkan persahabatan yang akrab. Si aku lirik merasa senasib dengan sahabatnya karena keduanya memiliki semangat berjuang dalam menghadapi kehidupan. Dengan adanya saling pengertian dalam persahabatan itu, persahabatan yang terjalin akan lebih kental—’rasa-merasa lebih sangat takzim' daripada ’kenal-mengenal’ secara lahiriah.

Dalam sajaknya yang lain, Toto Sudarto Bachtiar mengungkapkan bahwa seseorang tidak perlu tahu siapa sahabatnya itu karena setiap orang yang sependeritaan adalah sahabatnya:

   KAWAN

....

Aku tak perlu tahu dia siapa
Tapi kami pernah sama mencintai malam

108

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960