Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/134

Halaman ini tervalidasi

Jika makanan tidak di mata,
Tidakkah beta akan kecewa,
Tampak ada tercapai tiada,
Meracun hati menunda nyawa.

O ayah, serta Bunda,
kakak kandungku, saudara beta,
Tolong anakanda, tunjuki adinda,
Menghilangkan lapar, melepaskan dahaga.

(Pujangga Baru I/1, Juli 1933)

Dalam sebuah sajak Yusuf Sou'yb, "Duka", citra manusia yang tak berdaya itu muncul juga:

....

Aku duduk termenung seorang;
Dengarkan hatiku meratap tangis
Pada hujan di kota
Membasahi rongga rohaniku
Dalam duka nestapa.

(Pedoman Masyarakat, II/13, 27 April 1936)

Melalui larik-larik sajak itu hadir sosok manusia yang menjadi cengeng karena ketakberdayaannya. Benturan masalah yang dihadapinya diselesaikannya dengan hujan tangis.

Sajak Or. Mandank berikut, "Bila Malam Sudahlah Sepi", masih menampakkan sosok ketakberdayaan seorang manusia. Dalam sajak ini, perasaan si aku lirik terkatung-katung karena dihanyutkan gelombang kenang dan rindu. Kegelisahan si aku lirik pun, karena kenangan dan kerinduan, tak terucapkan, ditanggungnya seorang diri, seperti terbaca dalam larik-larik ini.

Bila malam sudahlah sepi,
Cengkerik pun berbunyi
Sedang terlena semesta 'alam,
Hening tenang pewana diam,
Ketika itu, jiwaku indung,
Bidarku hanyut terkatung-katung.

Manusia dan Diri Sendiri

125