Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/137

Halaman ini tervalidasi

"Tolong!", katanya, tangannya sedikit bergerak.
Keluh-kesahnya memenuhkan hari dan malam.

(Syair untuk A.S.I.B., tanpa tahun)

Baru dalam sajak Or. Mandank, "Laksana Awan", kita jumpai citra manusia yang bagaikan awan: diam-diam bergerak. Dalam sajak itu terungkap sosok manusia yang penuh gerak dalam kegelisahannya, tidak pasrah begitu saja, seperti terbaca dalam larik-larik ini:

Seketika-ketika tenang
Diam dan senang
Di awang-awang
Tiada bersawang

O, kalau diperhatikan dengan tenang
Bukan diam bukannya senang
Dia bergerak di awang-awang
Membentuk mega tiada bersawang.

 Kadang-kadang
 Sangat kencang
 Bukan kepalang
 Dia pun terbang

Demikian jiwa saya
Di persawangan maya
Di alam indra
Menjelang jaya.

(Pedoman Masyarakat II/21, 30 Juni 1936)

Sajak Rustam Effendi, "Bukan Beta Bijak Berperi", tidak lagi sekadar menunjukkan gerak si aku lirik, tetapi telah mengungkapkan perlawanan seorang manusia baik terhadap kemapanan-kemapanan adat negeri maupun terhadap kemapanan pengucapan puitik, sepertl terungkap dalam larik-larik ini.

Bukan beta bijak berperi
pandai mengubah madahan syair,
Bukan beta budak Negeri,
musti menurut undangan mair.

128

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960