Manusia hanya dapat pasrah dalam menghadapi kematiannya,seperti diungkapkan Kirdjomuljo dalam sajaknya "Margarana". Dengan demikian, dalam sajak Kirdjomuljo ini kita temukan citra manusia yang pasrah, seperti terbaca dalam larik-larik berikut ini.
MARGARANA
Ada sekali saat
jarak begitu menjadi pendek
umur berlangsung sangat singkat
ialah mati di saat muda
Tak kurasa
apa beda antara ia
mati muda dan jauh larut
Bagaimana bisa menjadi sesal
Bila keduanya
mati atas diri
Setidaknya mati atas cinta
- (Roman Perjalanan, 1955)
Dalam hidup di dunia sesungguhnya manusia itu makhluk yang terasing. Ia merasakan alienasi dengan orang lain, merasa hidup terpisah dengan orang lain. Oleh karena itu, manusia selalu merasa terasing dan kesepian, seperti yang dirasakan si aku lirik dalam sajak Subagio Sastrowardoyo berikut ini.
ADAM DI FIRDAUS
Tuhan telah meniupkan napasnya
ke dalam hidung dan paruku
Dan aku berdiri sebagai adam
di simpang sungai dua bertemu.
Aku telah mengaca diri
ke dalam air berkilau. Tiba aku terbangun
dari bayanganku beku:
Aku ini makhluk perkasa dengan dada berbulu.
142
Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960