Aku telanjangkan perut dan berteriak:
"Beri aku perempuan!" Dan suaraku
pecah pada tebing-tebing tak berhuni.
Dan malam Tuhan mematahkan
tulang dari igaku kering dan menghembus
napas di bibir berembun. Dan
subuh aku habiskan sepiku pada tubuh bernapsu.
Ah, perempuan!
Sudah beratus kali kuhancurkan badanmu di ranjang
Tetapi kesepian ini, kesepian ini datang berulang.
- (Simphoni, 1957)
Sajak Subagio Sastrowardoyo di atas memperlihatkan citra manusia yang kesepian. Kesepian yang dideritanya bahkan tak tumpas dengan tindakan seksual karena sepi masih saja datang menyapanya.
Kesepian yang dirasakan seorang manusia dapat dikatakan merupakan awal konflik batin yang terdapat dalam hubungan manusia dengan diri sendiri. Chairil Anwar dalam sajaknya "Merdeka", misalnya, juga melukiskan konflik batin yang terjadi karena si aku lirik mendambakan kebebasan, padahal kebebasan mutlak itu tidak ada.
MERDEKA
Aku mau bebas dari segala
Merdeka
Juga dari Ida
Pernah
Aku percaya pada sumpah dan cinta
Menjadi sumsum dan darah
Seharian kukunyah — kumamah
Sedang meradang
Segala kurenggut
Ikut bayang
Tapi kini
Hidupku terlalu tenang
Manusia dan Diri Sendiri143