Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/22

Halaman ini tervalidasi

bertemu dengan Tuhannya lewat doanya, biarpim kenangan masa silam, kenangan pada seseorang itu tetap saja muncul.

Sajak "Kupu-Kupu" Mozaza mengungkapkan hal yang hampir serupa: di tengah-tengah kesepian dan keterpencilannya si aku lirik senantiasa berusaha dekat dengan Tuhan Penciptanya.

Tinggallah aku jauh terpencil,
senantiasa mengharap sari asmara,
tak bosan berdoa kepada Tuhan.

(Pujangga Baru, III/1, Juli 1935)

Dengan demikian, dalam sajak "Tengah Malam" dan "Kupu-Kupu" kita temukan citra manusia yang saleh, yang selalu berasaha dekat dengan Penciptanya dalam keadaan bagaimanapun. Usaha manusia untuk dekat dengan Tuhan Sang Pencipta itu pada umumnya lahir dari keyakinan bahwa Tuhan memberikan kedamaian dan kebenaran, seperti terungkap dalam sajak A.M.Dg. Mijala, "Ada Aku" berikut.

Ada aku melihat alam,
Alam luas alam permai:
Datang Tuan ulurkan tangan,
Pimpin daku ke negara damai.

Ada aku melihat alam,
Alam buas alam onar:
Datang Tuan ulurkan tangan,
Pimpin daku ke jalan benar.

(Suryadi AG., 1987a: 81)

Kerahmanan Tuhan Yang Maha Pengasih itu juga terungkap dalam sajak "Pergi ke Kota" Yogi. Berbeda dengan sajak Selasih, "Peminta-minta" yang mengungkapkan seolah-olah dari hamba Allah yang sekian banyak itu tidak ada yang menaruh belas kasih kepada si aku lirik ('O Allah Tuhan yang satu/Tidak ternilai banyak hamba-Mu/Tiada penyantun berhati mesra??/Kasihan orang hina dan papa??') sajak Yogi, "Pergi ke Kota" justru mengemukakan bahwa dari sekian banyak orang yang mencemooh si aku lirik ternyata masih ada manusia yang bersifat rahman sebagai cerminan sifat Ilahi; sekaligus hal ini dapat dipandang sebagai perwujudan kerahmanan Tuhan dalam kehidupan di dunia ini, seperti tersirat dalam larik-larik berikut.

Manusia dan Tuhan

13