Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/25

Halaman ini tervalidasi

VIII


Bagaikan pecah hatiku aku meniarap di telapak
kaki-Mu, dahiku menekan giiang bergelut suka.
Akan kubasuh kakiku sebeisih dapat memasuki
majelis tempat kesayangan-Mu berkumpul ramai.
Destar pilihan akan kupakai, harum wangian
akan semerbak dari pakaianku.
Mari, adinda, engkau kenakan juga hiasanmu
indah menghadap kekasih, tempat gantungan kita
di atas tanah yang terban senantiasa ....

(Zahra, 1950)

Dalam bagian VIII sajak itu tampak citra manusia yang dengan khusyuk dan tulus mengagungkan Tuhannya, 'aku meniarap di telapak/kaki-Mu, dahiku menekan girang bergelut suka'. Si aku lirik pun berusaha menghadap Tuhannya dalam suasana yang penuh kemuliaan, yaitu dengan memakai wangi-wangian dan destar pilihan. Bagi si aku lirik, Tuhan adalah kekasih yang dirindukan, penyelamat makhluk-Nya dalam kehidupan yang fana ini.

Dalam bagian X sajak Aoh Kartahadimadja, si aku lirik menyaksikan dunia yang disinari cahaya matahari, yang memancarkan keindahan. Semua itu dipandangnya sebagai anugerah Tuhan, sebagai bukti kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, si aku lirik merasa dadanya dipenuhi lagu rindu: kerinduan kepada Sang Pencipta, kekasihnya.

Ketakwaan yang mengekspresikan kerinduan, ketulusan, dan pemujaan kepada kebesaran Tuhan, selain terungkap dalam sajak-sajak yang dikemukakan di atas, terpancar juga dalam sajak-sajak Bachrum Rangkuti, Usmar Ismail, Anas Ma'ruf, M. Taslim Ali, dan Trisno Sumardjo. Usmar Ismail bahkan memberi judul "Tawakal" pada salah satu sajaknya, yang lengkapnya demikian.

TAWAKAL


Tawakal aku segenap sukma
Pabila cobaan datang bertubi
Hatiku reda menahan goda
Mendalam Iman saat diuji

(Puntung Berasap, 1950)

Dari larik-larik sajak itu tampak citra manusia yang mengabdikan seluruh

16

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960