dan kekuasaan Tuhan. Religiusitas semacam ini dapat kita temukan dalam sajak-sajak Rifai Ali. Akan tetapi, dalam kehidupan ini kadang-kadang tumbuh pula religiusitas yang berkembang dari pencarian Tuhan yang tak henti-hentinya.
Dalam sajak-sajak Amir Hamzah, misalnya, akan kita dapatkan citra manusia religius yang berusaha menemukan Tuhannya lewat pencarian yang terus-menerus. Oleh karena itu, religiusitas yang tampak dalam sajak-sajak Amir Hamzah berbeda dari sajak-sajak religius yang lain. Sajak-sajak Amir Hamzah menjadi religius bukan semata-mata karena membawa nama Tuhan dalam puisinya. Kereligiusan puisi Amir Hamzah terutama karena puisi Amir Hamzah memang membawakan persoalan mendasar dalam hubungan antara manusia dan Tuhan, yaitu bagaimana manusia mencari dan menemukan Tuhan dalam kehidupan. Dalam kaitan ini citra manusia yang tampak adalah manusia yang mencari Tuhan. Dalam tulisan ini terdapat 7 sajak yang menampilkan citra manusia yang mencari Tuhan. (Lihat lampiran 1)
Dalam rangka menemukan Tuhan itu pula dalam salah satu sajak Amir Hamzah, "Padamu Jua", Tuhan dipandang sejajar dengan manusia, dianggap sebagai 'kekasihku'. Tuhan dalam sajak "Padamu Jua" adalah bagaikan kekasih yang sabar dan setia selalu, tempat si aku lirik memalingkan diri kepadanya. Si aku lirik mengantropomorfkan Tuhan sebagai 'kekasihku' karena si aku lirik adalah manusia yang 'rindu rasa/rindu rupa'. Dalam pencarian si aku lirik akan Tuhannya itu, hanya tali batinlah yang memperhubungkan keduanya, sedangkan rupa Tuhan yang telah diantropomorfkan sebagai ’kekasihku’ itu tak pernah tersua; ’Di mana engkau/Rupa tiada/Suara sayup/Hanya kata merangkai hati’. Si aku lirik pun menjadi habis-habisan dalam upayanya menemukan "kekasih"-nya: 'Engkau cemburu/Engkau ganas/Mangsa aku dalam cakarmu/Bertukar tangkap dengan lepas’. Akan tetapi, hal itu tak kunjung membuatnya menyerah; ia senantiasa tergerak untuk menemukan "kekasih"-nya: ’Nanar aku, gila sasar/Sayang berulang padamu jua/Engkau pelik menarik ingin/Serupa dara di balik tirai’. Dengan demikian, dalam sajak "Padamu Jua" terungkap suatu pergulatan religius, suatu kegelisahan religius yang lebih intens terasa: kita dapatkan citra manusia yang menyadari ada-Nya dan selalu berupaya menemukan diri-Nya.
Dalam sajak Amir Hamzah yang lain, "Sebab Dikau", hidup si aku lirik yang bagaikan boneka menjadikannya sadar bahwa ’Hidup seperti mimpi/Laku lakon di layar terkelar’. Hidup yang demikian itu melahirkan kebimbangan, ketidaktentuan dalam hati si aku lirik sehingga dalam sajak "Berdiri Aku" dari penyair yang sama si aku lirik berucap:
Dalam rupa maha sempurna
Rindu-sendu mengharu kalbu
Manusia dan Tuhan
19