Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/30

Halaman ini tervalidasi

dan ingin menyatukan diri dengan-Nya, itulah citra manusia yang terbaca dalam sajak "Doa". Kita saksikan, betapa kerinduan-kerinduan religius, pergulatan religius yang dialami si aku lirik pada akhirnya mengantarkannya kepada Tuhannya, seperti terbaca dalam larik-larik awal ini: 'Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?/Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas payah terik.' Dengan demikian, pertemuan si aku lirik dengan Tuhannya—dalam doa—ada dalam suasana teduh yang menyejukkan setelah sebelumnya kegalauan mendekap hati si aku lirik. Ada perjalanan panjang yang diliputi keresahan dan kegelisahan sebelum si aku lirik sampai kepada Tuhannya, yang dengan susah payah dihalaukannya. Karena itu, ia mencerminkan citra manusia yang tak kenal menyerah dalam upayanya mencari dan menemukan Tuhannya.

Sementara itu, dalam sajak Sanusi Pane "Doa" dan "Mencari" juga terbayang citra manusia yang mencari Tuhan. Dalam sajak "Doa" Sanusi Pane itu digambarkan bagaimana si aku lirik bertahun-tahun mencari Tuhannya. Si aku lirik pun mengharapkan Tuhan sebagai pegangan hidupnya, yang memberinya semangat dalam menghadapi kehidupan, seperti terbaca dalam larik-larik ini.

DOA


O, Kekasihku, turunkan cintamu memeluk daku.
Sudah bertahun aku menanti, sudah bertahun aku mencari.
O, Kekasihku, turunkan rahmatmu ke dalam taman hatiku.
Bunga kupelihara dalam musim berganti, bunga kupelihara dengan cinta berahi.
O, Kekasihku; buat jiwaku bersinar-sinar!
O, Keindahan,jiwaku rindu siang dan malam, hendak memandang cantik parasmu.
Datanglah tuan dari belakang pegunungan dalam ribuan pagi tersenyum.
O, beri daku tenaga, supaya aku bisa bersama tuan melayang sebagai garuda menuju kebiruan langit nilakandi.

(Madah Kelana, 1957)

Dalam sajak Sanusi Pane yang lain, "Mencari", rasa bahagia sejati itu ternyata ada dalam hati si aku lirik sendiri. Aku lirik yang telah ke mana-mana untuk menemukan kebahagiaan itu akhirnya sadar bahwa bahagia sejati sesungguhnya terdapat dalam diri sendiri, seperti terungkap berikut ini.

Manusia dan Tuhan

21