Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/37

Halaman ini tervalidasi

....

Demi Tuhanku dicopet orang
semua buntu
batubata meringis jelek
dan aku tumbang
telentang telanjang.

(Hitam atas Putih, 1972)

Dalam kedua sajak itu tersirat citra manusia dengan semangat individual, yang mengabaikan nilai-nilai keagamaan, dan hanya percaya pada benda duniawi. Pada saat ia berhasil menguasai benda, ia mendapat kenikmatan fana yang hanya sekejap singgah padanya. Akan tetapi, ketika benda-benda itu terlepas dari tangannya, kekuasaannya pun ikut punah, tinggal teronggok "telanjang", penuh kehinaan. Kecongkakan dan keingkaran manusia akan kekuasaan Tuhan biasanya baru disesali pada hari kebangkitan, di yaumil mahsyar ketika Tuhan menimbang pahala dan dosa. Manusia yang ingkar akan mendapatkan azab kubur ketika malaikat Mungkar dan Nakir menginterogasi si mati seperti yang dilukiskan Purwa Atmadja dalam sajaknya "Surat Talqin":

Rohmu melayang turun ke lubang neraka
Di mana skilwak Neraka juga bersaksi:
"Sayang bung, di sini tiada tempat bagi Bung,
Khawatir Revolusi dalam Neraka."

Ke Syorga tidak, ke Neraka tidak,
Maka rohmu akan kembali ke dunia raya,
Di mana kau hidup baqa di alam fana

(Jassin, 1959: 178)

Dalam sajak itu Purwa Atmadja menggambarkan seorang manusia yang ingkar, yang menafikan Tuhan sebagai Khaliknya. Ia seorang yang fanatik buta pengikut ajaran Marxis yang tidak mengakui adanya Tuhan. Menurut paham sebagian penganut keyakinan agama Islam, seorang mukmin yang meninggal, setelah selesai dikubur dan dibacakan doa kubur (talqin), sepuluh langkah setelah orang-orang yang mengantar jenazah meninggalkan kuburannya, interogasi pun dimulai oleh malaikat Mungkar dan Nakir. Jika ia seorang mukmin yang saleh, dengan mudah ia dapat menjawab semua pertanyaan dan ia terbebas dari azab kubur. Akan tetapi, si fanatikus buta ternyata menjawab keliru sehingga rohnya

28

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960