Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/39

Halaman ini tervalidasi

Sajak "Sodom dan Gomorrha" itu melukiskan kesibukan sehari-hari yang menyebabkan manusia meremehkan Tuhan, mengabaikan dan melupakan-Nya karena Tuhan telah tertimbun dalam kehidupan yang menyita perhatian: masalah pajak, berita politik, pembagian untung, dan keluhan tetangga. Kesibukan tersebut tak ubahnya bagaikan kesibukan dan kesemerawutan dalam pesta semalam suntuk yang melelahkan, yang dipenuhi asap rokok dan hiruk-pikuk berbagai suara yang memekakkan. Oleh karena itu, suara Illahi yang berbisik dalam sanubari pun tak lagi dirasakan: Tak terdengar pintu diketuk.//Kau?'. Ketukan di pintu hati tak lagi terdengar karena kesibukan manusia dan suasana pun menjadi pekak oleh teriakan 'Yippee!!'. Suasana semacam itu mengerikan penyair dan melambungkan ingatannya pada kutukan yang pernah menimpa penduduk Sodom dan Gomorrha. Dari puisi ini tersirat citra manusia yang ingkar pada Tuhan karena disibukkan kehidupan duniawi.

2.6 Simpulan

Citra manusia religius yang terdapat dalam puisi Indonesia periode 1920—1960 ternyata cukup bervariasi. Sesuai dengan konteks kesejarahannya, sajak-sajak periode sebelum kemerdekaan terutama sajak-sajak periode awal, menampilkan manusia yang bertakwa kepada Tuhan, yang penyabar, dan penerima takdir. Pada periode berikutnya, yakni 1930—1940, manusia yang terungkap dalam sajak masih memperlihatkan ketakwaan dan keimanan yang memiliki kecenderungan menggugat. Hal terakhir ini tampak kuat dalam sajak-sajak religius Amir Hamzah. Selain itu, terungkap juga sikap manusia yang lebih kukuh kepercayaannya kepada Tuhan dan ajaran-Nya.

Sementara itu, puisi periode setelah kemerdekaan yang menghadirkan citra manusia religius masih menunjukkan ketakwaan yang kuat. Namun, tererosinya sikap religius pada diri manusia Indonesia juga ditunjukkan oleh beberapa sajak, antara lain "Surat Talqin" karya Purwa Atmadja, "Aku" karya Mohammad Ali, dan "Sodom dan Gomorrha" karya Subagio Sastrowardojo. Hadirnya citra manusia dalam sajak yang tererosi sikap religiusnya dapat dipandang sebagai kekhawatiran sebagian penyair terhadap masuknya ideologi Marxis di Indonesia, seperti dengan jelas tampak dalam sajak "Surat Talqin" Purwa Atmadja dan "Aku" Mohammad Ali.

30

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960