Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/46

Halaman ini tervalidasi

TANAH KELAHIRAN 1


Seruling di pasir ipis, merdu
antara gundukan pohonan pina,
tembang menggema di dua kaki,
Burangrang - Tangkubanprahu.

Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut di air tipis menurun
Membelit tangga di tanah merah
dikenal gadis-gadis dari bukit.

Nyanyikan kentang sudah digali,
kenakan kebaya merah ke pewayangan.

Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut di hati gadis menurun.

(Priangan si Jelita, 1965)

Dalam sajak itu, penyair melukiskan kemurnian suasana lingkungan tanah Priangan. Suara suling yang sayup menyusup ke gundukan pohon-pohon pina dalam tingkahan tembang, sedangkan di kejauhan terpancang kukuh Gunung Burangrang dan Tangkubanprahu. Udara segar pagi hari, embun di pucuk daun berkilauan ditimpa sinar matahari pagi bagaikan zamrut. Di lereng bukit tampak membelit jalan tanah liat yang memerah yang sangat diakrabi oleh gadis-gadis yang bekerja di ladang. Suasana permai yang damai itulah yang menggerakkan penyair untuk mengungkapkannya dalam sajak itu.

Kirdjomuljo dalam sajaknya "Di Tepi Desa" juga mengungkapkan suasana alam pedesaan yang tenteram, yang bunyi tabuhan kesenian daerahnya terdengar sampai ke kejauhan. Bunyi-bunyian dan nyanyian itu demikian mempesona si aku lirik sehingga menjadi kenangan yang tak terlupakan, seperti dilukiskan penyair dalam sajaknya yang dikutip berikut ini.

DI TEPI DESA


Nyanyian itu membersit
di antara dahan
membuntuti orang jalan
mendahului jalan pulang

Manusia dan Alam

37