Dengan meneladan kepada alam itu, secara tidak langsung citra manusia yang tertemukan adalah manusia yang berbakti tanpa pamrih, bagaikan bunga yang jadi suguhan orang lewat tanpa berharap mendapatkan apa pun. Dengan demikian, pendayagunaan alam di sini berupa peneladanan kepada alam, pengambilan hikmah gerak dan hakikat alam. Hal ini antara lain juga tampak dalam sajak M. Taslim Ali, "Kepada Angin Raja Kelana": 'Semangat yang tercinta dan ditakuti/Yang tak berhenti mengembara,/Yang membinasakan dan memperbaharui.' Larik-larik M. Taslim Ali itu memperlihatkan betapa angin yang menerjang, membinasakan pada hakikatnya adalah lambang anti kemapanan. Isyarat-isyarat alam, berupa gejala-gejala alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, sesungguhnya adalah perombakan dan pembaruan yang selalu atas tatanan alam yang mapan. Dengan demikian, badai angin dan topan yang memporak-porandakan isi alam itu pada hakikatnya adalah pembaruan kehidupan yang terus-menerus. Inilah yang kita teladani dari isyarat-isyarat alam, gejala-gejala alam.
Isyarat-isyarat alam seringkali berupa gejala-gejala alam yang ganas, seolah-olah membawa kekuasaan gaib yang tak terpahamkan, sehingga manusia acapkali menjadi buta dan menyangkanya sebagai Tuhan itu sendiri. Padahal, isyarat-isyarat alam itu sesungguhnya alat dan kepanjangan tangan dari Yang Maha Kuasa dalam menunjukkan kuasa-Nya dan dalam berhubungan dengan umat-Nya, seperti terungkap dalam sajak "Kepada Angin" M. Taslim Ali ini.
....
Perestu taman mentari pagi
mesra-merdu,
berwarna-wangi Kasih abadi,
Dalam perjuangan.
yang bolak-balikkan
Gelap dan Caya,
Kau tegap berdiri,
Maha Besar
menyanding Takdir dan Waktu.
Nafasmu mendesau jantung dunia
dengan itu panggilan Kasih Abadi,
Maha Besar,
yang iringkan langkah Adam,
kala merantau ke bumi ini.
....
- (Suryadi AG., 1987a: 213)
Manusia dan Alam
41