Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/55

Halaman ini tervalidasi

alam. Dari 23 sajak yang berkaitan dengan masalah hubungan manusia dengan alam yang diangkat dalam tulisan ini, terdapat 6 sajak yang mengungkapkan citra manusia yang mengagumi alam.

Dari enam sajak yang menampilkan citra manusia yang mengagumi alam itu terungkap bahwa kekaguman terhadap alam itu dapat juga merupakan perwujudan semangat patriotisme, cinta tanah air, seperti yang terlihat dalam sajak-sajak Muhammad Yamin. Sajak Muhammad Yamin, "Tanah Air", yang ditulis pada tahun 1920, mengungkapkan puji-pujian pada keindahan alam tanah air (yang pada waktu itu konsep tanah air Yamin masih terbatas pada Pulau Sumatra):

Pada batasan, bukit Barisan,
Memandang aku, ke bawah memandang;
Tampaklah hutan rimba dan ngarai;
Lagipun sawah, sungai yang permai;
Serta gerangan, lihatlah pula
Langit yang hijau bertukar warna
Oleh pucuk, daun kelapa;
Itulah tanah, tanah airku,
Sumatra namanya, tumpah darahku
.....

(Jong Sumatra, III/4, April 1920)

Menjelang Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, tepatnya pada tanggal 26 Oktober 1928, Muhammad Yamin melalui sajaknya "Indonesia, Tumpah Darahku" memperbarui pandangan kebangsaannya. Dalam sajak Indonesia, Tumpah Darahku itu Indonesia tidak lagi terbatas pada Pulau Sumatra seperti yang tampak dalam sajaknya "Tanah Air". Berikut bait pertama "Indonesia, Tumpah Darahku":

Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai,
Tampaklah pulau di lautan hijau,

Gunung gemunung bagus rupanya,
Dilingkari air mulia tampaknya:
Tumpah darahku Indonesia namanya.

(Suryadi AG., 1987a: 27—29)

46

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960