Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/58

Halaman ini tervalidasi

Ada daunan dayu serba 'kan gugur
Yang dahannya langsing melentur-lentur

Semuanya mengacu padaku
Dan sampai pada jamahan tiada berupa
Hidupnya perasaanku pagi ini
Tapi hidupku tak hidup di sini

(Etsa, 1958)

Keindahan "Danau M" yang disaksikan aku lirik ternyata menggugah kenangannya ('Serasa pernah kukenal gunung-gunung ini/Juga paras danau'). Namun, kenangan itu ternyata juga menumbuhkan perasaan gamang, seperti terungkap di bait terakhir: walaupun keindahan danau itu membangkitkan kenangan si aku lirik, tetapi terasa ada jarak yang memisahkan antara si aku lirik dengan keindahan alam yang dihadapinya itu. Pada dua larik terakhir bait terakhir hal itu lebih tegas dinyatakan: 'Hidupnya perasaanku pagi ini/Tapi hidupku tak hidup di sini'. Dengan demikian, dalam sajak "Danau M" ini kita dapatkan citra manusia yang semata-mata mengagumi alam—alam yang pernah lekat dengan dirinya, tetapi alam itu kini telah berjarak dengan dirinya.

3.5 Simpulan

Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, alam selalu menarik perhatian para penyair. Di tangan penyair alam dapat menjadi perlambang untuk mengungkapkan berbagai-bagai masalah. Akan tetapi, dalam pembicaraan ini hanya dikemukakan sajak-sajak yang mengungkapkan masalah hubungan manusia dengan alam, dalam arti bagaimana manusia memandang dan memperlakukan alam sebagai bagian dari kehidupannya.

Dari pembicaraan terdahulu ternyata sajak-sajak Indonesia tahun 1920—1960 lebih banyak menampilkan citra manusia yang bersatu dengan alam dan manusia yang menaklukkan/mendayagunakan alam. Dalam hal manusia yang menaklukkan/mendayagunakan alam, selain ada puisi yang menampilkan citra manusia yang secara harfiah menaklukkan/mendayagunakan alam (dengan pengertian alam digali dan digarap untuk kepentingan kehidupan manusia), terdapat pula puisi yang mengungkapkan bahwa sebenarnya alam dapat didayagunakan melalui peneladanan kepada gerak dan hakikat alam itu sendiri.

Sejalan dengan yang dikemukakan di atas dan sejalan pula dengan pertumbuhan masyarakat Indonesia 1920—1960 yang pada umumnya masih bercorak

Manusia dan Alam

49