Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/60

Halaman ini tervalidasi

BAB IV

MANUSIA DAN MASYARAKAT


4.1 Pengantar

Manusia tidak mungkin lepas dari hidup bermasyarakat. Sementara ia tidak mungkin melepaskan diri dari masyarakat itu, ia tetap saja seorang manusia yang memiliki kepentingan-kepentingan pribadi, yang mungkin selaras dan barangkali juga berbenturan dengan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, dalam hubungan manusia dan masyarakat akan terdapat dua corak hubungan yang utama, yaitu keserasian/keselarasan dan konflik. Hubungan manusia yang selaras dengan masyarakat, misalnya, akan melahirkan citra manusia yang cinta dan mengabdi pada tanah air ataupun citra manusia yang mengabdi pada keluarga sebagai unsur terkecil dalam masyarakat. Sementara itu, konflik dalam hubungan manusia dengan masyarakat akan menampakkan citra manusia yang memberontaki kemapanan atau tradisi yang ada dalam masyarakat ataupun citra manusia yang resah terhadap situasi masyarakat.

Patut dicatat, di tanah air pada awal abad kedua puluh mulai bangkit semangat pergerakan nasional yang pertama. Kebangkitan pergerakan nasional, yang antara lain ditandai oleh berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908, dan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928, dapat dikatakan memiliki gemanya dalam kehidupan sastra awal abad ini. Semangat cinta tanah air, semangat patriotisme dicoba dikobarkan melalui sajak-sajak oleh sejumlah penyair. Oleh karena itu, dalam puisi sebelum kemerdekaan akan cukup banyak hadir citra manusia yang patriotik, yang cinta dan mengabdi kepada tanah airnya, seperti tampak dalam sajak-sajak Mohammad Yamin, misalnya "Tanah Air". Cukup banyak pula citra manusia yang terbuka mata hatinya ketika menyaksikan penderitaan rakyat yang terjajah lalu berusaha memperjuangkannya.

Setelah kemerdekaan Indonesia tercapai, citra manusia yang berpihak dan bersimpati kepada rakyat kecil masih juga tampak dalam puisi Indonesia. Rasa simpati kepada rakyat kecil dapat juga dilukiskan oleh penyair dengan menggambarkan rakyat yang menderita dalam puisi. Sekitar tahun-tahun kemerdekaan pun,

Manusia dan Masyarakat

51