Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/61

Halaman ini tervalidasi

sajak-sajak yang mengobarkan semangat patriotik masih tampak, misalnya "Pahlawan Tak Dikenal" karya Toto Sudarto Bachtiar dan "Krawang—Bekasi" karya Chairil Anwar. Semua itu menunjukkan bahwa citra manusia yang patriotik cukup mewarnai dalam hubungan manusia dengan masyarakatnya sebagaimana digambarkan oleh para penyair dalam sajak-sajaknya. Berikut ini akan diungkapkan citra manusia apa saja yang tampil dalam hubungan manusia dengan masyarakat itu dalam puisi Indonesia tahun 1920—1960. Dari data yang dikumpulkan, puisi yang mengungkapkan citra manusia dalam hubungan manusia dengan masyarakat terdapat 46 sajak.

4.2 Citra Manusia yang Patriotik

Kerelaan berkorban untuk bangsa dan negara serta penyerahan diri yang penuh pada tanah air adalah wujud konkret pengabdian pada masyarakat, yang pada umumnya tumbuh karena adanya keselarasan dalam hubungan seseorang dengan masyarakatnya. Dari sejumlah puisi tahun 1920—1960 yang mengemukakan masalah hubungan manusia dan masyarakat terdapat 25 sajak yang mengungkapkan citra manusia yang patriotik.

Sajak Hamka berikut ini, "Cintaku", memperlihatkan cinta si aku lirik pada tanah airnya:

....
O, kampungku, o halamanku, o kotaku,
O, tanah tempat darahku tertumpah ....
Aku cinta, sungguh aku cinta,
Aku tak dapat mendustai diriku.
Aku coba mendustai diriku, o ibu,
Aku coba melupakan dikau ... Tapi, ah!
Aku kikis, dan kau tetap terlukis,
Aku lupakan, dan kau tetap teringat,
Ia dalam hati, oh sahabat, sebab itu dia dibawa mati.

....

(Sunyi Puja, 1948)

Kecintaan si aku lirik pada tanah airnya melahirkan penyerahan diri yang penuh sehingga ia rela memberikan segala-galanya untuk tanah airnya. Dengan demikian, citra manusia yang terbaca dalam sajak "Cintaku" Hamka adalah

52

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960