Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/64

Halaman ini tervalidasi

Di mana bumi berseri-seri,
Ditumbuhi bunga kembang melati,
Itulah dia Tanah Airku.
Tetapi:
Di mana bumi bermandi duka,
Dibasahi airmata rakyat murba,
Di situlah tempat tumpah darahku.

(Suryadi AG., 1987a: 196—197)

Tokoh lirik lain dari penyair yang sama menyaksikan penderitaan rakyat itu semakin bulat tekatnya untuk berjuang demi Ibu Pertiwi. Penderitaan rakyat, nestapa tanah air, menjadi cambuk bagi pemuda untuk mewujudkan kemerdekaan yang telah membayang, seperti terbaca dalam larik-larik sajak "Sumpah Setia":

—Satu lagi yang Ibu cemaskan,
Takut anakku berpatah hati,
Waktu menghadapi cobaan zaman,
Dalam menuju tanah tepi—

"Percayalah Ibu, percayalah Bunda,
Dengarlah sumpah sekali lagi:
Kami pemuda akan bekerja
Berpantang mundur walau sekaki."

(Dewan Sajak, 1941)

Pemuda pejuang yang perkasa, yang siap sedia menyibakkan masa kegelapan bangsanya menjadi masa kegemilangan tanah airnya, juga terbayang dalam sajak Samadi "Angkatan Baru":

Lihat, lihatlah wajah jilah berseri-seri tersenyum simpul,
Lihat, lihatlah barisan berleret-leret penuh dengan semangat baru,
Bernyanyi berlagu girang gembira kerja bersama,
Bernyanyi berlagu girang gembira berjuang,
Menuju persatuan dan kejayaan,
Kejayaan bangsa dan tanah air Indonesia.
Demikianlah kukhayalkan angkatan baru yang lagi dibentuk.

(Senandung Hidup, 1941)

Dapat dikatakan, penderitaan yang menyelimuti rakyat, masa kegelapan

Manusia dan Masyarakat

55