Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/68

Halaman ini tervalidasi

Sungguhkah diri pecinta bangsa
Terasa ke dalam terbayang luar?

Bukan sahaya permainan kata
Benar lantaran keyakinan jua
Hingga tak segan bila ketikanya
Hendak dikorban sekalipun jiwa.

(Jassin, 1969: 32)

Gaya ironi Rosihan Anwar yang amat sederhana dalam sajak itu adalah usahanya membangkitkan kesadaran masyarakat Indonesia yang "terbuai dengan propaganda busuk Jepang". Rosihan Anwar lewat sajak itu menggugah bangsa Indonesia yang kala itu "mabuk" dalam mimpi "Asia Timur Raya" dengan menyindir "benarkah kita mencintai bangsa?". Selanjutnya, tentu saja tidak hahya sampai di situ, tetapi jawaban yang lebih konkret adalah perjuangan dan kerelaan berkorban untuk nusa dan bangsa.

Gairah yang sama terlihat juga dalam sajak "Kisah di Waktu Pagi" yang mengisahkan semangat bekerja dan berjuang bangsa Indonesia lewat bidangnya masing-masing. Sajak "Lukisan" yang menggambarkan semangat kebersamaan dalam berjuang meraih kemerdekaan juga melukiskan gairah yang sama.

LUKISAN


Prajurit muda tiada dikenal
Walaupun engkau tidaklah tahu
Tapi di hati kutanam janji
Bersaudara kita semenjak kini

Mari bersama menyusun kemenangan!
Lamalah sudah bangsa menanti ....

(Jassin, 1969: 30)

Solidaritas yang digambarkan Rosihan Anwar dalam sajaknya itu merupakan solidaritas seorang individu terhadap perjuangan bangsanya. Artinya, si aku lirik dalam sajak tadi tidak hanya tinggal diam, menunggu kejayaan para pahlawannya, tetapi turut berjuang meraih kemenangan.

Berbeda dari solidaritas yang dilakukan oleh individu-individu atau masyarakat kebanyakan, solidaritas mereka tidak langsung diungkapkan secara fisik, tetapi diekspresikannya secara verbal. Selanjutnya, ekspresi yang terbaca

Manusia dan Masyarakat

59