Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/69

Halaman ini tervalidasi

dalam karya mereka merupakan renungan dan pandangan mereka terhadap masyarakat dan realitas yang mengelilingi mereka, seperti yang terbaca dalam sajak Usmar Ismail berikut ini.

KITA BERJUANG


Terbangun aku, terlonjak duduk
Kulayangkan pandang jauh keliling
Kulihat hari ’lah terang, Jernihlah falak,
Telah lamalah kiranya fajar menyingsing

(Jassin, 1969: 40)

Demikian pula sajak B.H. Lubis berikut ini.

RINDU


Dia dahulu telah kunanti
Saat gemilang mulia ini
Telah kutahu tentara perkasa
Akan menghunus pedang,
Menyerbu mati
Melintas lautan, memutus penjajahan

(Jassin, 1969: 59)

Kedua sajak di atas menyiratkan solidaritas para penyair, khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya, terhadap perjuangan bangsanya. Dalam sajak pertama, si aku lirik, secara simbolis, mengungkapkan solidaritas dan keinginannya turut berjuang membela kehormatan tanah airnya. Si aku lirik menggugah kesadaran bangsanya agar bangun dari tidur dan membuka mata terhadap nasibnya sendiri. Demikian juga sajak kedua. Dalam sajak itu si aku lirik menggugah kesadaran dan solidaritas masyarakat Indonesia terhadap perjuangan bangsanya. Kerelaan berkorban demi perjuangan mengusir penjajahan dari bumi tercinta merupakan bentuk untuk mencapai kemenangan.

Bukan hanya kerelaan berkorban untuk mencapai kemerdekaan, kesiapan dan semangat mempertahankan diri juga diperlukan untuk memelihara dan menjaga kemerdekaan itu, seperti dilukiskan Chairil Anwar dalam sajaknya "Cerita buat Dien Tamaela" yang penggalannya demikian:

60

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960