Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/70

Halaman ini tervalidasi

Beta Pattirajawane, menjaga hutan pala.
Beta api di pantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama

Dalam sunyi malam ganggang menari
Menurut beta punya tifa,

Pohon pala, badan perawan jadi
Hidup sampai pagi tiba.

{Deru Campur Debu, 1959)

Semangat perjuangan yang sejati tidak pernah padam. Keinginan untuk bertahan dalam kemerdekaan membuat semangat perjuangan tetap berkobar meskipun para pejuang itu tidak tahu bagaimana nasib bangsa ini kelak. Kesetiaan seorang pejuang adalah keteguhan hati pada cita-cita kemerdekaan, seperti terlihat dalam sajak berikut ini.


Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
Kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu ....
Waktu jalan aku tidak tahu apa nasib waktu!

(Kerikil Tajam, 1959)

Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia tercapai, keadaan masih saja suram. Situasi yang porak-poranda terjadi di sana-sini. Namun, bangsa Indonesia umumnya bersikap tabah menghadapi situasi yang demikian itu. Ketabahan bangsa Indonesia ini diungkapkan para penyair periode 1940—1960,di antaranya Rendra melalui sajaknya "Balada Sumilah."

Balada Sumilah mengisahkan ketabahan Sumilah dalam menghadapi berbagai cobaan hidup, meskipun telah menjadi korban fitnah dan kehilangan orang yang dicintainya. Ketegaran Sumilah membela kehormatannya ketika hendak dinodai serdadu Belanda dan akhirnya membunuh serdadu Belanda yang akan menodainya itu, dapat dikatakan merupakan simbol perjuangan bangsa

Manusia dan Masyarakat

61