Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/71

Halaman ini tervalidasi

Indonesia yang berhasil mempertahankan kemerdekaannya dari upaya Belanda untuk menjajah kembali Indonesia. Dengan demikian, tokoh Sumilah dalam sajak Rendra menggambarkan citra manusia yang mempertahankan martabat dan kemerdekaannya:

-Daku Sumilah daku mendukung duka!
Belanda berbulu itu membongkar pintu
dikejar daku putar-putar sumur tapi kukibas dia.
-Duhai diperkosanya dikau anak perawan!
-Belum lagi! demi air darahku merah: belum lagi!
Takutku punya dorongan tak tersangka
tersungkur ia bersama nafsunya ke sumur.
-O terolek kulitmu lembut berbungakan darah
koyak-koyak bajumu muntahkan dadamu
lenyaplah segala karna tiada lagi kau punya
bunga yang terputih dengan kelopak-kelopak sutra.
-Belum lagi! Demi air darahku merah; belum lagi.

(Balada Orang-Orang Tercinta, 1957)

Selain tema patriotisme, tema-tema kesabaran dan ketabahan banyak diangkat oleh penyair-penyair yang tergolong ke dalam "angkatan penerus", yaitu para penyair yang muncul setelah Chairil Anwar. Penyair itu pada umumnya mengangkat ratapan dan penderitaan sekaligus ketabahan rakyat Indonesia menghadapi kenyataan pahit yang menimpa, seperti terbaca dalam sajak berikut ini.

ANCAMAN



Kehidupan kosong
panas gurun yang hampa jiwa
namun mengancam
aku kecut dan tinggal terancam

Sendu terus lewat bersama, tapi lahir
duniaku yang sudah cair

(Suara, 1962)

Dalam sajak Toto Sudarto Bachtiar itu, si aku lirik yang dalam keadaan terancam akan tersekap dalam kehidupan yang tidak memberi harapan, tetap tabah dalam

62

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960