Dalam sajak itu diungkapkan semangat dan tekad generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan para pendahulunya untuk mengantar bangsa dan negara ke arah kemenangan dan kejayaan abadi.
Tema-tema ketabahan banyak ditemukan dalam sajak-sajak antara 1945 hingga 1950-an. Lebih-lebih, pada masa antara 1945 hingga 1950-an situasi sosial ekonomi Indonesia masih penuh tantangan sehingga diperlukan ketabahan menghadapinya. Toto Sudarto Bachtiar lewat salah satu sajaknya melihat kemiskinan di mana-mana:
KESAN
jenis suara peri mengiang
hanya lagu orang-orang yang malang
dalam pengembaraan di bawah bintang
mengalir dari tiap sempat celah jendela
biar tak bertanggal hari, makin terkenang
kapak putih burung-burung dara
membawa cecah kedamaian dalam salju angin selatan
kapan hilang kedamaian
- (Etsa,1958)
Sajak Toto yang lain, "Kepada Si Miskin", terlihat rakyat yang masih dirundung kemiskinan. Di tengah-tengah kemiskinan itu si aku lirik merasa sepenanggungan dengan mereka, seperti terbaca berikut ini.
KEPADA SI MISKIN
Rumah-rumah terlalu rendah
Dan tanganku hanya bisa menggapai
Di antara ruang tak berudara
Di mana keluh mengapung-apung
Takut mengguratkan fajar yang salah
Dan perjalanan masih jauh
Tapi antara kami
Tak ada yang memisahkan lagi
....
- (Suara, 1962)
64
Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960