Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/77

Halaman ini tervalidasi

Kami telah meninggalkan engkau,
tasik yang tenang, tiada beriak,
diteduhi gunung yang rimbun
dari angin dan topan.

Sebab sekali kami terbangun
dari mimpi yang nikmat:

"Ombak ria berkejar-kejaran
di gelanggang biru bertepi langit.
Pasir rata berulang dikecup,
tebing curam ditantang diserang,
dalam bergurau bersama angin,
dalam berlomba bersama mega."

Sejak itu jiwa gelisah,
Selalu berjuang, tiada reda,
Ketenangan lama rasa beku,
gunung pelindung rasa pengalang.
Berontak hati hendak bebas,
menyerang segala apa mengadang.

...

Tetapi betapa sukarnya jalan,
badan terhempas, kepala tertumbuk,
hati hancur, pikiran kusut,
namun kembali tiadalah ingin,
ketenangan lama tiada diratap.

....

(Suryadi AG., 1987: 63—64)

Larik-larik sajak "Menuju ke Laut" menghadirkan citra manusia pembaharu yang optimistis, yang dengan tekad bulat berani meninggalkan situasi yang mapan biarpun ’... betapa sukarnya jalan,/badan terhempas, kepala tertumbuk,/hati hancur, pikiran kusut,/....'. Dengan demikian, di sini kita temukan sosok manusia pembaharu yang berani menanggung risiko perjuangan, yang berani melawan arus yang ada dalam masyarakatnya.

Di samping sajak Sutan Takdir Alisjahbana "Menuju ke Laut" juga terdapat dua sajak Asmara Hadi yang mengungkapkan citra manusia yang

68

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960