Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/78

Halaman ini tervalidasi

menginginkan pembaruan, yaitu "Kuingat Padamu" dan "Hidup Baru". Sajak Asmara Hadi "Kuingat Padamu" merupakan sajak yang ditulis dalam semangat romantik: citraannya berangkat dari alam dan citraan yang demikian itu dominan mewarnai sajak. Hal ini mencerminkan sebuah sajak romantik yang berprinsip kembali kepada alam dan yang mencanangkan romantis—idealisme dengan bertitik tolak pada alam. Dalam sajak "Kuingat Padamu" itu si aku lirik——sebagai seorang penyair——merasa mengatasi zaman dan masyarakatnya, paling tidak sajaknya. Dengan puisi yang berhasil (yang diibaratkan sebagai ’puncak gunung puisi’) kita lebih dahulu dapat menangkap isyarat zaman, sementara dalam kehidupan sehari-hari kita pada umumnya masih diliputi kegelapan, seperti diungkapkan bait terakhir sajak berikut.

Seperti dari puncak gunung yang tinggi,
Kita lebih dahulu dapat melihat,
Cahaya fajar kemeiah-merahan,
Tanda matahari akan terbit,
Sedang jauh di dalam lembah,
Semuanya masih gelap-gulita,
Demikianlah jiwaku lebih dahulu,
Dari puncak gunung puisi,
Dapat melihat sinar memerah,
Sinar fajar kemenangan kita,
Sedang dalam kehidupan sehari-hari,
Semuanya masih gelap-gulita.

(Pujangga Baru: No. 2, Th. V, Agustus 1937)

Dengan demikian, karena melihat kehidupan sehari-hari yang masih diliputi kegelapan itu, secara tersirat sesungguhnya si aku lirik menginginkan pembaruan atas zaman dan masyarakatnya. Jadi, di sini terdapat citra manusia yang menginginkan pembaruan.

Sajak Asmara Hadi yang lain, "Hidup Baru", masih mengungkapkan citra manusia yang menginginkan pembaruan. Digambarkan dalam sajak itu bagaimana si aku lirik dalam dirinya dipenuhi semangat yang berkobar-kobar untuk menjalani hidup baru, hidup yang penuh perjuangan, seperti terungkap dalam bait pertama berikut ini.

Hidup baru berkobar dalamku
Segala indah dalam pandangan

Manusia dan Masyarakat

69