Halaman:Eksistensi Bahasa Minangkabau Dalam Keluarga Muda Minang Di Kota Padang.pdf/33

Halaman ini belum diuji baca

sebahasa dan tidak terjadinya proses pengalihan bahasa pertama kepada generasi berikutnya.

Di samping itu, sekolah/pendidikan juga dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya pergeseran bahkan pemumahan bahasa daerah (B1) karena sekolah/ pendidikan yang selalu memperkenalkan bahasa kedua (B2) kepada anak didik yang semula hanya mengenal satu bahasa (monolingual) harus mengenal dua bahasa dan menggunakannya secara bergantian (diwibahasa). Karena pendidikan yang semakin tinggi dan penggunaan bahasa kedua (B2) yang semakin sering, lama kelamaan mereka melupakan, bahkan meninggalkan bahasa pertama (B1) mereka.

Di Indonesia kajian serupa pernah dilakukan Sumarsono (1993) terhadap guyup tutur masyarakat Loloan di Bali. Ia berusaha menemukan interaksi antara kemampuan bertahannya bahasa Melayu Loloan dan aspek kehidupan guyup Loloan serta mencari faktor yang menjadi pendukung pemertahanan bahasa tersebut. Sebagai simpulan, Sumarsono mengatakan bahwa kedwibahasaan orang Loloan tidak menyebabkan bahasa ibu/pertama (B1) mereka bergeser. Guyup Loloan yang minoritas itu mampu Mempertahankan bahasa ibu/pertama (B1) mereka terhadap bahasa Bali dan BI.

Bahkan, lebih jauh Sumarsono menyatakan bahwa pemertahanan suatu bahasa sangat ditentu oleh faktor

internal dan eksternal. Salah satu faktor internal yang mendukung pertahanan bahasa Melayu Loloan Bali adalah sikap loyalitas yang tinggi masyarakatnya terhadap BI-nya, sedangkan foktor eksternalnya adalah letak dan konsentrasi permukiman yang secara geografis terpisah dari guyup lainnya.

15