Halaman:Eksistensi Bahasa Minangkabau Dalam Keluarga Muda Minang Di Kota Padang.pdf/34

Halaman ini belum diuji baca

Kajian terhadap BM telah banyak dilakukan orang. Akan tetapi, kajian itu pada umumnya berkenaan dengan struktur bahasa, yaitu fonologi, morfologi, dan sintaksis. Meskipun demikian, ada beberapa kajian sosiolinguistik yang pernah dilakukan, di antaranya adalah sebagai berikut.

Kasih (2000) melakukan penelitian tentang sistem sapaan BM. Kajian yang bertitik tolak dari ilmu sosiolinguistik itu menfokuskan perhatiannya pada sistem sapaan remaja dan kanak-kanak. Dari hasil penelitian tersebut ja berkesimpulan bahwa sistem sapaan remaja dan kanak-kanak dalam BM mempunyai aturan tersendiri. Sapaan zero sering digunakan para remaja untuk menyapa sesama mereka meskipun sapaan angku dan mpuang juga tetap mereka pakai sebagai sapaan yang khas antaranak muda di Minangkabau.

Untuk menyapa kanak-kanak dalam BM secara umum orang berpedoman pada jenis kelamin. Seorang anak laki-laki akan disapa dengan ang, waang, atau (bu)yuang dan seorang anak perempuan akan disapa dengan kau, piak, atau gau. Sapaan tersebut tidak bergantung pada situasi apa pun. Hanya saja, apabila penyapa dalam keadaan marah atau emosi, nada suaranya akan meninggi.

Jufrizal (2002) juga pernah melakukan penelitian tentang bahasa ragam adat Minangkabau. Ia mengatakan bahwa bahasa ragam adat sedang menuju ke arah 'pengeringan' dan 'himpitan' hegemoni (politik) bahasa nasional. Ia juga menambahkan bahwa sebagian penutur BM tidak peduli lagi bahasa ragam adat. Padahal, ragam ini merupakan salah satu ciri 'semarak bahasa' di Minangkabau. Hal itu sudah menggejala dalam bermusyawarah, rapat, dan diskusi di kampung-kampung yang hampir selalu

dilaksanakan dengan bahasa pengantar BI.

16