Halaman:GS.djvu/14

Halaman ini belum diuji baca

amat luhur. Sebab Dia, Putera Allah, dalam penjelmaan-Nya dengan cara tertentu telah menyatukan diri dengan setiap orang. Ia telah bekerja memakai tangan manusiawi, Ia berpikir memakai akalbudi manusiawi, Ia bertindak atas kehendak manusiawi[1], Ia mengasihi dengan hati manusiawi. Ia telah lahir dari Perawan Maria, sungguh menjadi salah seorang diantara kita, dalam segalanya sama seperti kita, kecuali dalam hal dosa[2].

Dengan menumpahkan darah-Nya secara sukarela Anakdomba yang tak bersalah telah berpahala, memperoleh kehidupan bagi kita; dan dalam Dia Allah telah mendamaikan kita dengan Dirinya dan antara kita sendiri[3]; dan Ia telah merebut kita dari perbudakan setan dan dosa, sehingga kita masing-masing dapat berkata bersama Rasul: Putera Allah “telah mengasihi aku, dan menyerahkan Diri bagiku” (Gal 2:20). Dengan menanggung penderitaan bagi kita Ia bukan hanya memberi teladan supaya kita mengikuti jejak-Nya[4]; melainkan Ia juga memulihkan jalan; sementara jalan itu kita tempuh, hidup dan maut disucikan dan menerima makna yang baru.

Adapun orang kristiani yang telah menyerupai citra Putera, yakni yang Sulung diantara banyak saudara[5]; ia telah menerima “kurnia sulung Roh” (Rom 8:23), dan karena itu menjadi mampu melaksanakan hukum baru cinta kasih[6]. Melalui Roh itu, “jaminan warisan kita” (Ef 1:14), manusia seutuhnya diperbaharui batinnya, hingga “penebusan badannya” (Rom 8:23): “Bila Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, tinggal dalam kamu, maka Dia yang telah membangkitkan Yesus Kristus dari antara orang mati, maka membangkitkan badanmu yang fana itu juga, demi Roh-Nya yang diam dalam kamu” (Rom 8:11)[7]. Pastilah kebutuhan dan tugas mendesak orang kristiani untuk melalui banyak duka derita berjuang melawan kejahatan dan menanggung maut; akan tetapi ia tergabung dengan misteri Paska, menyerupai wafat Kristus, dan diteguhkan oleh harapan akan melaju menuju kebangkitan[8].

Itu bukan hanya berlaku bagi kaum beriman kristiani, melainkan bagi semua orang yang berkehendak baik, yang hatinya menjadi kancah kegiatan rahmat yang tidak kelihatan[9]. Sebab karena Kristus telah wafat bagi semua orang[10], dan panggilan terakhir manusia benar-benar hanya satu, yakni bersifat ilahi, kita harus berpegang teguh, bahwa Roh Kudus membuka kemungkinan bagi semua orang, untuk dengan cara yang diketahui oleh Allah digabungkan dengan misteri Paska itu.

Seperti itu dan seagung itulah misteri manusia, yang berkat perwahyuan kritiani dan dalam Kristus disinarilah teka-teki penderitaan maut, yang diluar Injil-Nya melanda kita. Kristus telah bangkit; dengan wafat-Nya Ia menghancrukan maut. Dan Ia telah mengurniakan kehidupan kepada kita[11], supaya sebagai putera-puteri dalam Sang Putera, kita berseru dalam Roh: “Abba, ya Bapa!"[12].

  1. Lih. KONSILI KONSTANTINOPEL III: “Begitulah kehendak manusiawinya yang diilahikan pun tidak dienyahkan”: Denz. 291 (556).
  2. Lih. Ibr 4:15.
  3. Lih. 2Kor 5:18-19; Kol 1:20-22.
  4. Lih. 1Ptr 2:21; Mat 16:24; Luk 14:27.
  5. Lih. Rom 8:29; Kol 1:18.
  6. Lih. Rom 8:1-11.
  7. Lih. 2Kor 4:14.
  8. Lih. Flp 3:10; Rom 8:17.
  9. Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 16.
  10. Lih. Rom 8:32.
  11. Bdk. Liturgi Paska menurut ritus Bizatin.
  12. Lih. Rom 8:15 dan Gal 4:6; lih. juga Yoh 1:12 dan 1Yoh 3:1-2.