Halaman:Garuda Perdamaian (Garuda Indonesia, 1957).pdf/154

Halaman ini tervalidasi

DENGAN TAK SENGADJA LAMPAUI PERBATASAN
DAN MASUK ISRAEL.

— Tapi Letnan Benjamin dari Israel menjambut dengan baik.
— Tidak mudah pasang tenda-tenda dalam arus angin jang berkekuatan 40 mil sedjam.

Pembatja jang terhormat.

Kita sampai sudah di Ras El Naqb, atau lebih tepat kita sampai ditempat jang kita sangka Ras El Naqb. Berdasarkan peta tentunja, tetapi hal ini masih harus kita buktikan. Mengadakan orientasi jang lebih intensief telah tak mungkin lagi. Satu-satunja djalan jang masih terbuka adalah check-ken dengan perbatasan. lni riskant tetapi harus. Djalan disela-sela gunung, penuh batu dan tak terurus, kita tempuh. Sekonjong-konjong sadja ada pagar kawat, inipun tak terurus dan telah tampak tua dimakan waktu.

Kita ikuti kawat ini dengan pandangan, dilereng-lereng gunung kita lihat pilaar-pilaar tegak berdiri, tak berarti bila dibandingkan dengan kebesaran alam sekelilingnja. Kita lihat dengan teropong, dan kita menentukan sendiri, tentu inilah batas negara. Pagar kawat jang sudah hampir tak berupa pagar ini tidaklah terus memotong djalan. Djadi djalan masih dapat kita lalui dengan kendaraan. Hanja dipagar kawat pinggir djalan ada tulisan Hebreeuw diatas karton jang telah usang. Kita tak dapat membatjanja, tetapi dapat menerka apa artinja.

Kita berunding sebentar, keputusan diambil, perbatasan dilalui, dan landrover kita menderu mentjari djalan diantara batu-batu, menandjak menentang lerengan gunung batu jang tjuram lagi seram. Belum lagi kita madju sampai 100 meter, kita lihat sesosok tubuh, berpakaian seragam, berada diatas ketinggian sebelah kiri kita. Djiwa kita ada ditangannja, medanlah menentukan itu. Landrover kita hentikan, kita keluar didjalan. tangan dilambaikan, ia mendjawabnja. Ia memberi isjarat kepada kita, supaja kita tinggal ditempat, seorang lain lagi, djuga berpakaian seragam tampak disebelahnja dengan senapan mesin ditangan, sedang orang jang tampak pertama tadi menghilang. Sebentar lagi dari balik gunung, datang seorang berkendaraan powerwagon, menudju kearah kita. Seorang Letnan Israel, perawakannja tinggi, mukanja tak begitu terurus, mengenakan overcoat. Kita kenal dia, Letnan Benjamin, jang dulu posnja berhadapan dengan pos El Tharief, dan telah pernah kita djumpai di ,,daerah tak bertuan".

Setelah kita berdjabatan tangan. tanja teniang keadaan kita masing-masing, bitjara tentang tjuatja dan udara, ia memberi tahu bahwa kita telah melintasi perbatasan. Kita beri pendjelasan duduk persoalannja, dan ia mengangguk

150